Minggu, 20 Desember 2015

ESTETIKA TIMUR

Kesenian bara dianggap mempunyai sifat-sifat yang berorientasi pada perkembangan atau pembaharuan sedangkan kesenian timur dipandang memiliki sifat-sifat yang berorientasi pada pelestarian atau ketaatan pada tradisi. Hlm 2
Wabi-Sabi merupakan salah satu konsep estetika tradisional Jepang yang mengacu pada nilai-nilai ajaran Zen Buddhisme. Wabishi  berarti tidak senang, sepi, sunyi, lengang, suram, dan redup; sedangkan Sabhisii mempunyai arti kemelaratan, kesedihan, kemiskinan, dan kesepian. Hlm 13
Bentuk seni lukis yang representatif banyak dikenal dengan aliran naturalistik, muncul dari belahan bumi barat, seiring dengan ditemukan ilmu-ilmu anatomi, perspektif dan menganut filsafat antroposentrik yaitu manusia mempunyai kedudukan yang sentral di jagad raya dan segala sesuatu yang menjadi berhubungan erat dengan pengalaman manusia dan nilai-nilai. Hlm 18
Sedangkan non representatif, banyak ditemui di belahan bumi Timur yaitu; memlihatkan abstraksi, sesuai dengan ideal oriental, yang mempunyai pengertian dari representasi murni, dan abstraksi merupakan istilah untuk menyatakan pelukisan yang sama sekali non representatif. (Sadali: 1983). Hlm 18
Pada zaman kuno atau era budaya Buddha, pengaruh kebudayaan daratan Asia terlihat pada desain seni fungsional. Hal ini terdapat pada karya arsitektur, seni pahat, dan seni lukis buddha. Warna yang digunakan bernuansa gelap dan bsekesan magis sebagai bukti sisa pengaruh zaman Jomon. Hlm 52
Lukisan Zaman Pra Sejarah pada sekitar 700 SM memiliki tema lukisan kegiatan manusia sehari-hari seperti; menari, berburu atau panen, dan objek yang ditampilkan adalah manusia dalam berbagai gerak dan posisi, berbagai jenis binatang yang hidup di sekitar kehidupannya: anjing, ikan, burung, capung, laba-laba dan belalang atau alam beserta lingkunganya seperti pepohonan, bunga, rumput, dan awan. Hlm 62
Lukisan zaman kuno memiliki tema lukisan umumnya berkisar pada kehidupan beragama dan kehidupan sehari-hari. Objek lukisannya adalah manusia, binatang, alam beserta lingkungannya. Hlm 64
Lukisan zaman pertengahan pada dasarnya didominasi oleh tema di dalam ruang dan di luar ruang. Lukisan yang bertema dalam ruang mengambil objek; doktrin buddha, sastra klasik, kehidupan para tokoh, pahlawan, raja-raja di dalam rumah atau istana. Adapun untuk tema lukisan yang berada di luar ruang, mengambil objek-objek pemandangan alam beserta lingkungannya; peristiwa-peristiwa dan suasana kehidupan masyarakat di masa perang. Hlm 67
Lukisan zaman pra-modern ini mulai diperkenalkan budaya barat dalam berbagai bidang. Pada zaman ini seniman mulai mencoba mempertahankan faktor alamiah (kewajaran-alami) dan meninggalkan faktor tradisional. Ada pula kolompok seniman yang menciptakan aliran baru mengambil bentuk-bentuk yang berasal dari gaya Eropa dan meninggalkan faktor tradisional, akhirnya usaha tersebut terhenti, karena adanya kebijakan isolasi negri. Hlm 71
Lukisan modern ditandai dengan adanya kebudayaan fisik modern yaitu dalam teknik melukis menggunakan kanvas dan cat minyak, anatomi, perspektif dan bidang seni lainnya seperti cetak/grafis, desain benda keperluan sehari-hari bahkan pada arsitektur perkotaan. Hlm 72
Dalam hal ini terbagi menjadi dua faktor yang mempengaruhi karya seni memiliki nilai estetis, yaitu faktor intra estetis dan ekstra estetis. Hal-hal yang berkaitan dengan visualisasi karya seni yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat seperti selera, gaya, identitas, status sosial, kepribadian serta mentalitas. Sedangkan faktor ekstra estetis adalah gejala dari luar karya seni yang mempengaruhi proses penciptaan karya seni seperti kebudayaan, agama; pendidikan, norma-norma, sosial, politik, ideologi, pola pikir, dan teknologi. Hlm 82
Filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Pemikiran timur memperlakukan segala sesuatu dengan kepercayaan religius atau agama. Hlm 13
Santo Agustinus dan Thomas Aquinas berpendapat bahwa agama dan filsafat adalah dua hal yang sejalan. Hlm 14
Pemikiran timur sebagai pisau bedah bagi banyak permsalahan filosofis, bahkan pengembangannya dilakukan dengan mengguanakan sistematika berpikir yang filosofis. Hlm 15
Karl Jaspers: dalam perjalanan sejarah peradaban manusia ada empat orang yan menciptakan dan mendemonstrasikan cara hidup kemudian dijalankan oleh para pengikut mereka yang tak terhitung jumlahnya. Empat orang tersebut adalah Buddha, Confucius, Socrates, dan Jesus. Hlm 17
Foulcault: dominasi barat atas timur sangat besar, apalagi dalam ilmu filsafat. Penentuan pemikiran timur sebagai ‘bukan filsafat’ tak lepas dari pengaruh kekuasaan barat yang menjejalkan kriteria-kriteria mereka kepada pemikiran timur. Hlm 26
Sanderson Beck: Kebijaksanaan atau wisdom adalah pengetahuan tentang dan tindakan untuk mencapai kebaikan tertinggi dalam segala aspek. Hlm 29
Pikiran dan perbuatan perlu terlibat secara intensif dalam pencapaian kebijaksanaan. Inilah filsafat dalam pengertian pada pemikir timur seperti Lao Tze, Confucius, Sidharta Gautama, pada Filfut Hindu dan Islam. Hlm 30
SEKILAS FILSAFAT INDIA
Filsafat hindu
Kata Hindu berkaitan dengan kata Hindustan, nama lain bagi tanah India. Hlm 38
Filsafat Hindu menyelidiki alam, dicari intisarinya, diselami hakikatnya, dicari sebab sedalam-dalamnya, akan tetapi tidaklah berhenti di situ saja, masih mempunyai tujuan lebih lanjut: kebebasan (Poedjawijatna, 1986: 54-55). Hlm 37-38
Hiduisme merupakan sebuah nama yang menaungi berbagai agama dan sub-agama yang berbeda bernaung di bawahnya. Hlm 38
Filosofis yang diberikan oleh pada pemikir Hindu terkait dengan aspek historis dan sosioligis. Menurut mereka, manusia melalui sejarahnya telah merumuskan banyak nama dan bentuk dari Yang Maha Suci atau Yang Abadi. Hlm 54
Hindu berpandangan bahwa secara universal hanya ada satu realitas sejati tetapi realitas sejati itu tidak dapat dibatasi sebagai satu nama atau bentuk tertentu. Meski kebenaran hanya satu dan universal, tetapi tidak dapat dirumuskan secara ekslusif (terbatas), melainkan inklusif (terbuka terhadap berbagai penafsiran). Hlm 54
Hal yang dianggap penting dalam filsafat hindu adalah mencapai spiritualitas yang tinggi. hlm 55 pada intinya manusia harus mencapai kesadaran kebersatuan alam. Ia harus menyadari bahwa keberadaannya tak lepas dari keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Esensi manusia adalah spirit atau rohnya, bukan pada bentuknya. Hlm 57
FILSAFAT BUDDHA
Filsafat buddha berkembang dari ajaran Budhisme yang lebih dikenal sebagai agama buddha. Tokoh utama dan pencetus pertama ajaran ini adalah Sidharta Gautama, seorang pangeran dari keluarga istana di Nepal. Hlm 61
Renkarnasi menurut kepercayaan hindu, yang sebagian besar diterima oleh agama buddha, roda kehidupan dan kematian akan selalu berputar, mungkin seratus atau seribu kali. setiap manusia ditentukan untuk renkarnasi, terlahir kembali dalam bentuk makhluk lain, tanpa dapat melarikan diri. Ada hukum sebab akibat yaitu karma. Hlm 63
Pencerahan merupakan dasar yang penting dalam ajaran Buddha. Buddha berati “Yang Sudah Tercerahi” dan pencerahan ini adalah Bodhi. Buddha dan Bodhi berasal dari kata yang sama yaitu Budh, yang artinya membangunkan, menyadarkan. Hlm 64
Bagi Buddha, kelahiran adalah penderitaan, umur tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, mati adalah penderitaan, dipisahkan dari orang dikasihi adalah penderitaan, dan tidak mencapai apa yang diinginkan adalah penderitaan. Secara singkat semua yang melekat di dunia ini adalah penderitaan. Hlm 64
Penyebab dari penderitaan adalah keinginan. Hlm 65
Sumber tertulis yang dianggap sebagai sumber ajaran metafisika Budhisme adalah Dhammapada. Hlm 67
Pembebasan manusia dianjurkan untuk berbuat baik bagi sesama makhluk, baik makhluk mati maupun makhluk hidup. Manusia dalam budhisme diwajibkan memiliki rasa belas asih yang tak terbatas, ikut merasakan penderitaan orang lain, menghindari keinginan yang menimbulkan penderitaan, dan saling menghargai kebebasan orang lain dalam mengekspresikan keimanannya. Hlm 71
Pencapaian dan pemeliharaan harmoni, baik dalam diri sendiri maupun dalam alam semesta. Keseimbangan alam, keterkaitan satu makhluk dengan makhluk lainnya dan keterkaitan semuak makhluk pada Realita Yang Satu merupakan syarat penting bagi pelenyapan penderitaan dan pencapaian Nirwana. Hlm 71

SEKILAS FILSAFAT CINA
Menurut Olsen (1984), salah satu konsep dalam filsafat Cina yang amat penting dan menonjol adalah Dao (baca: Tao). hlm 76
Dalam filsafat Cina, manusia adalah agen alam yang bertujuan menyusun fondasi dari kebudayaan galaksi (galactuc culture). Hlm 79
Konsep Yin dan Yang juga berpengaruh dalam memberi arti pada Dao. Dalam hal ini Dao diartikan sebagai I (satu) Yin dan I (satu) Yang. Dao berartinya adalah keseimbangan sempurna, karena telah mengandung Yin-Yang. Dengan kesempurnaannya, Dao merupakan standar bagi seluruh alam ini. Hlm 79
Dao memiliki arti ‘jalan’ yang pada hakikatnya berarti cara atau metode dari terjadi atau terciptanya sesuatu. Selain itu, Dao juga merujuk pada cara melakukan sesuatu bagi manusia agar mencapai kebajikan. Karena itu Dao mempunyai arti cara bertindak atau alur perilaku dalam kehidupan manusia, atau bisa juga berarti aturan-aturan tingkah laku (Fridolin, 1998). Hlm 82
CONFUCIANISME
Konfucianisme dikembangkan pertama kali oleh Confucius. Hlm 83
Salah satu pemikiran Confucius yang amat penting berkaitan dengan perbaikan masyarakatnya adlaah konsep pembetulan nama-nama (rectification the names). Dalam hal ini adalah sebuah usaha utama yang diharuskan dilakukan dalam memperbaiki masyarakat. Hlm 84
Konfucianisme menekankan bahwa seorang manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya harus mengikuti tatacara kehidupan yang telah dibangun oleh para orang bijak kuno sesuai dengan tatacara alam (Dao). Padangan ini merujuk pada kutipan dalam kitab Mengzi (Mengsius): “Tinggal di dalam rumah besar di dunia ini, mempertahankan posisi yang betul dalam dunia, dan mengkuti Dao yang agung dari dunia ini.” (Fung Yu lan, 1952). Hlm 85
Konsep pembetulan nama-nama: Confucius:”Satu-satunya hal yang pertama-tama diperlukan dalam pembetulan nama-nama... hendaknya seorang penguasa bersikap sebagai penguasa, seorang menteri bersikap sebagai seorang menteri, seorang bapak bersikap sebagai seorang bapak, dan seorang anak bersikap sebagai seorang anak.” Hlm 87
Estetika Confucius menekankan bahwa manusia merupakan makhluk yang harus mementingkan hubungan dengan sesamanya. Hlm. 90
DAOISME
Daoisme merujuk pada kenyataan-kenyataan di luar duniawi. Tema utamanya adalah keselarasan manusia dengan Dao dan realasi suatu model kosmis yang tampak pada semua benda. Para Daois menyatakan bahwa dalam segala hal terdapat Dao. Hlm. 94
CHAN
Chan adalah perbuatan dan hanya dapat dipahami dengan perbuatan bukan penjelasan kata-kata. Hlm 99
Platform Sutra karya Shen Hsiu: “Untuk mencapai pencerahan tertinggi, seseorang harus mengetahui secara spontan sifat atau hakikat dari pikirannya yang tidak diciptakan dan tidak dimusnahkan. Dari ksana ke ksana (momen-pikiran), seseorang mampu menyadari hakikat Pikiran sepanjang waktu. Dengan begitu, segala hal akan bebas dari kekangan. Sesekali Tathata (nama lain untuk hakikat pikiran) diketahui maka orang akan bebas dari waham (delusi) selamanya. Kondisi pikiran seperti itu adlaah kebenaran absolut.” Hlm 102
Dalam pandangan Chan, “Dao tidak dapat dikatagorikan sebagai pengetahuan atau nonpengetahuan. Dao serupa ruang hampa yang maha luas.” (Nanquan Puyuan, dalam Fridolin, 1998). Hlm 105

FILSAFAT MUSLIM
Menurut para tokoh orientasil, kegiatan intelektual Islam sudah mati. Hlm 109
Filsafat dapat memberi inspirasi bagi berbagai pengembangan pemahaman konsep-konsep agama islam (Nasr, 1995). Hlm 113
Tema-tema yang mencolok dalam filsafat islam adalah pembuktian adanya Tuhan danegan akal seperti yang ditampilkan oleh Al-Kindi dan Al-Farabi. Hlm 113
Ajaran filsafat yang dikemukakan oleh sebagian besar filsuf muslim awal adalah apa yang dikenal dengan filsafat parimatetik. Ajaran ini merupakan sintesis ajaran-ajaran wahyu islam, filsafat Aristotelian dan Neoplatonisme, baik yang berkembang di Athena maupun di Alexanderia. Hlm 113
Kebenaran tidak pernah merendahkan hal lain atau merendahkan dirinya, tetapi menyampaikan penghargaan dan penghormatan (Al-Kindi, dalam Nasr, 1995). Bagi filsuf islam, apa yang dilakukan dalam berfilsafat adalah usaha mencapai kebenaran puncak wahyu melalui penggunaan intelek. Hlm 114
Al-Kindi
Karya-karya Al-Kindi secara umum terbagi menjadi karya-karya yeng berisi filsafat dan teologi. Hlm 115
Al-Kindi: filsafat meruapakan pengetahuan tentang realitas segala sesuatu, sejauh jangkauan kemampuan manusia. Hlm 116
Filsafat Al-kindi didasari oleh filsafat Aristotelian, terutama metafisikanya. Hlm 116
Filsafat berkaitan dengan segala jenis persoalan karena di dalam filsafat dipertanyakan ‘apa’, ‘bagaimana’, ‘yang mana’, dan ‘mengapa’ dari segala sesuatu. Dengan kata lain, filsafat mempelajari keberadaan segala sesuatu, genus dan species, differentia dan sebab final dari segala sesuatu. Dengan seseorang mengetahui tentang zat maka ia mengetahui juga genus, mengetahui bentuk mengetahui juga species beserta differentia atau perbedaan yang dibawa oleh bentuk zat. Dengan mengetahui semua hal tersebut maka dapat diketahui definisi dan realitas yang didefinisikan. Hlm 117-118
Al-Kindi menggambarkan usahanya menggunakan pemikiran filosofis untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an terutama tentang hakikat Tuhan Yang Esa. Hlm 120
Al-Razi
Tokoh ini dikenal sebagai nonkompromis dalam mempertahankan pemikiran filosofisnya. Hlm 121
Ajaran-ajaran agama islam tidak melarang atau menantang penyelidikan filosofis (McGreal (ed), 1995). Hlm 121
Filsafat adalah menjadikan seseorang mendekati sifat-sifat Allah dalam arti berusaha terus-terusan mencapai hal-hal yang baik dalam hidupnya. Dengan filsafat manusia berusaha sejauh mencapai kesamaan dirinya dengan Tuhan sejauh mungkin dalam batasan-batasan sebagai makhluk. Hlm 121
Al Farabi
Tokoh ini merupakan filsuf muslim yang pertama kali mengembangkan sistem pemikiran filosofis yang komprehensif. Ia merupakan penerus usaha Al-Kindi mentransfer pemikiran Yunani, terutama pemikiran Plato dan Aristoteles, ke khasanah pemikiran islam. Ia mengembangkan pemikiran filosofis tentang ketuhanan yang dikenal dengan filsafat emanasi, yaitu suatu pandangan tentang Tuhan sebagai asal segala sesuatu yang cahaya-Nya menyebar menghasilkan seluruh alam semesta. Hlm 123
Ibnu Rusyd
Hasil karyanya adalah dua model filsafat yang tak ada bandingannya di barat, yaitu filsafat iluminasi (Hikmat al-Isyraq) dengan tokohnya Suhwardi, dan filsafat muta’alitah (Hikmah Muta’aliyah) dengan tokohnya Mula Sadra. Hlm 125
Surawardi
Filsafat yang benar sebagai hasil dari perkawinan antara latihan intelektual teoritik melalui filsafat (merujuk pada Aristoteles dan beberapa filsuf Yunani lain) dan pemurnian hati (mengikuti pendekatan sufisme). Makna pencapaian pengetahuan tertinggi yang ia anggap sebagai iluminasi, sekaligus mentransformasikan keberadaan dan melimpahnya pengetahuan sesorang. Hlm 127
Mulla Sadra
Konsepsi pembagian filsafat Avicennian terbagi menjadi dua: 1) teoretis, mengacu pada pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana mestinya; dan 2) praktis, mengacu pada pencapaian kesempurnaan-kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Hlm 132
Poko pemikiran  Mulla Sadra tentang esensi dan eksistensi Tuhan dan keterkaitannya dengan esensi dan eksistensi makhluk-makhluknya adalah: 1) hakikat eksistensi sebagai sesuatu yang mendasar (ashalah al-wujud); 2) kemanunggalam wujud (wahdah al-wujud); 3) penuntasan masalah-masalah yang menyangkut eksistensi manusia (al-wujud al dzihni); dan 4) kajian hakikat keniscayaan esnsial Tuhan yang abadi dan sifat keserbamungkinan (imkan). Hlm 134-136
Muhammad Iqbal
Dalam kajian mengenai filsafat manusia Idbal menggunakan kata anfus yang berarti ego. Yang dimaksudkan adalah menusia yang merupakan kesatuan jiwa-badan yang sering juga disebut sebagai diri. Identitas manusia adalah individualitas yang mempunyai kesadaran dan berkata “Aku” (I Am). Singkatnya manusia adalah “Aku yang berkesadaran” dan menjadi pusat seluruh pengalaman. Hlm 145

Tuhan sebagai sesuatu yang transenden, berbeda dengan manusia, melampaui manusia, tetapi membebaskan manusia dengan kehendak dan tujuan-tujuannya. Tuhan adalah sosok transenden yang merespons panggilan manusia dan tidak buta atas perasaan manusia. Tuhan menanggapi keinginan-keinginan manusia, bukan memaksakan keinginan-Nya terhadap manusia. Hlm 153


APRESIASI SENI RUPA DAN KRITIK SENI RUPA

A.   Apresiasi Seni Rupa
Apresiasi seni merupakan sebuah sikap di mana seseorang mampu untuk melihat dan menghargai seni secara menyeluruh dalam diri karya itu sendiri. Pada prinsipnya di sini akan dibahas mengenai berbagai hal mengenai apresiasi seni rupa. Dalam hal ini dimulai dengan pengertian mengenai apresiasi seni rupa, pengetahuan mengenai seni rupa, kepekaan estetik, sikap penghargaan terhadap seni rupa, dan pendekatan dalam melakukan apresiasi seni. Berikut ini meruapakan pembahasan mengenai apresiasi seni rupa.
1.    Pengertian Apresiasi Seni Rupa
Secara kebahasaan kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris to appreciate yang berarti menghargai, menilai, menyadari, mengerti. Sedangkan, dalam New Webster’s Encyclopedic Dictionary diartikan sebagai ...the act of valuing or estimating (kegiatan menilai atau menafsirkan), ...awareness of aesthetic value (kesadaran untuk menilai estetika). Dengan demikian, pengertian apresiasi seni adalah suatu kegiatan dalam menafsirkan nilai karya seni khususnya seni rupa sehingga menyadari dan dapat menghargai terhadap nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut Nooryan Bahari (2014:148) apresiasi seni merupakan suatu proses sadar yang dilakukan seseorang dalam menghadapi dan memahami karya seni. Lebih lanjut ia juga menjelaskan mengenai mengapresiasi, adalah suatu proses untuk menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya seni.
Apresiasi pada prinsipnya bukanlah sebuah proses pasif, ia merupakan proses aktif dan kreatif, agar secara efektif mengerti nilai suatu karya seni, dan mendapatkan pengalaman estetik (Fildman, 1981). Adapaun pengalaman estetik seperti yang dinyatakan oleh John Dewey (1934) adalah pengalaman yang dihasilkan dari proses penghayatan karya. Seorang apresiator yang sedang mengamati karya seni diharapkan memiliki pemahaman mengenai unsur seni dan prisip penyusunannya, sehingga muncul suatu kesadaran dalam penghayatan karya seni.
Dalam melakukan kegiatan apresiasi seni diperlukan beberapa hal antara lain berupa pengetahuan tentang seni rupa dan kepekaan perasaan yang berhubungan dengan keindahan. Oleh sebab itu, kemampuan setiap individu dalam melakukan apresiasi adalah berbeda-beda antara individu satu dengan yang lainnya. Kemudian melakukan apresiasi berbeda pula perlakuannya dilihat dari jenis dan gaya karya seni, misalnya antara karya seni rupa realis dan abstrak. Pada jenis karya realis segera dapat diidentifikasi kemampuan senimannya dalam mewujudkan kenyataan, sedang dalam karya abstrak agak rumit karena menyangkut kemampuan artikulasi abstraksi senimannya terhadap konsep yang ditampilkannya. Untuk itu, dibutuhkan ekstra kepekaan estetik dalam melihat hubungan aspek dan unsur yang ada di dalamnya. Dalam melakukan apresiasi ada beberapa pendekatan di ataranya adalah pendekatan analitik, dan pendekatan kognitif. Pada dasarnya pendekatan analitik adalah lebih bersifat kritik seni, namun sifatnya lebih mendalam, sedangkan pendekatan kognitif merupakan pentahapan kamampuan dalam mengidentifikasikan suatu karya seni.

2.    Pengetahuan Mengenai Seni Rupa
Dalam melakukan kegiatan apresiasi seni rupa, pengetahuan mengenai seni rupa sangat diperlukan. Pada dasarnya pengetahuan tersebut meliputi kesejarahan, bahan yang digunakan dan bahasa rupa yang diaplikasikan dalam karya seni rupa. Pengetahuan tersebut merupakan serangkaian runtutan yang harus dipelajari dan dikembangkan dengan baik. Ketiga pengetahuan itu saling berhubungan dan bertautan dalam upaya untuk mengapresiasi karya-karya seni rupa dengan lebih mendalam.
Kesejarahan diperlukan agar dapat melihat kehadiran seni rupa secara diakronis. Selain itu, sejarah juga dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan karya seni rupa yang dihadapi dengan karya-karya seni rupa yang telah ada sebelumnya, sehingga dapat menemukan runtutan kehadirannya apakah ada pengaruh dari seni rupa yang lalu (telah ada sebelumnya) atau murni diciptakan oleh senimannya sebagai suatu penemuan yang sangat kreatif dan spektakuler. Guna mengetahui karya Raden Saleh misalnya, apakah teknik dan gaya yang dimilikinya murni ciptaannya atau mendapat pengaruh dari gurunya dan teman-temannya selama belajar di Negeri Belanda. Kesejarahan juga memberikan gambaran pengetahuan mengenai pengalaman yang ada dalam diri seniman melalui karyanya. Maka dari itu, pengetahuan mengenai kesejarahan seni rupa menjadi bagian yang penting untuk dipelajari dalam kegiatan apresiasi seni rupa.
Pengetahuan tentang teknik, bahan dan bahasa rupa berguna untuk melakukan analisis visual karya seni rupa. Tanpa  pengetahuan tentang teknik, bahan dan bahasa rupa seorang apresiator tidak akan dapat menikmati apa yang dilihatnya dalam karya yang diapresiasi. Pengetahuan mengenai teknik dapat membantu untuk mengetahui berbagai cara yang digunakan seniman atau kreator untuk menampilkan karyanya dalam wujud yang nyata. Sedangkan pengetahuan mengenai bahan juga menjadi hal penting untuk dikaji, dalam hal ini berkaitan dengan bahan-bahan yang digunakan dalam sebuah karya seni rupa. Selanjutnya adalah bahasa rupa, pengetahuan ini pada dasarnya berhubungan dengan perasaan dan kombinasi dari berbagai pengetahuan sebelumnya dalam usaha untuk mengapresiasi karya seni rupa secara menyeluruh dan mendalam, pengetahuan ini pada dasarnya akan mampu untuk mengetahui pesan yang disampaikan oleh sang seniman terhadap para apresiator. Secara prinsip pengetahuan tersebut mendasari baik untuk praktek menekuni profesi sebagai senirupawan maupun sekedar untuk mengetahui dunia seni rupa atau untuk bekal dalam menikmati karya seni rupa yang banyak ragamnya.

3.    Kepekaan Estetik
Kepekaan estetik pada dasarnya sulit untuk dijelaskan secara kebahasaan. Namun demikian, kepekaan estetik merupakan yang utama dalam melakukan apresiasi seni rupa. Kepekaan estetik dapat diandaikan tentang pemahaman terhadap bahasa visual, dapat mengidentifikasi kualitas unsur karya seni rupa yaitu dapat merasakan kondisi warna, garis, bentuk, dan teksturnya. Dikatakan kepekaan karena dalam hal ini berkaitan erat dengan perasaan seseorang untuk dapat merasakan apa yang terkandung dalam sebuah karya seni rupa. Misalnya dapat merasakan bahwa karya tersebut dingin, dinamis, tenang, mencekam, magis dan sebagainya. Dapat mengidentifikasi hubungan-hubungan antar unsur misalnya warna yang satu terlalu dominan, atau bentuk yang satu tidak sesuai dengan bentuk di sebelahnya atau karya tersebut kurang seimbang. Hal penting lainnya selain memiliki kepekaan estetik adalah dapat mengidentifikasi keterampilan teknis yang sangat menentukan  keberhasilan sebuah karya seni. Tidak ada karya seni rupa yang berkualitas baik tanpa kematangan teknik. Hal ini karena dengan kematangan teknik sangat mempengaruhi kualitas unsur yang digunakan sebagai media untuk mengekspresikan gagasan sang seniman.
Gambar: Susunan Garis, Bidang, dan Warna
Sumber: blogsuyono.com

4.    Sikap Penghargaan terhadap Seni Rupa
Sikap penghargaan terhadap karya seni merupakan kegiatan dimana terbentuknya sebuah karakter untuk memberikan penghargaan dari dalam diri untuk karya seni yang sedang dinikmati. Sikap penghargaan tehadap karya seni timbul setelah semua hal di atas dimiliki. Apabila semua hal di atas telah dimiliki secara otomatis sikap menghargai akan timbul. Misalnya, pengrusakan benda-benda seni disebabkan karena tidak dimilikinya pengetahuan mengenai teknik dan bahan yang digunakan, sehingga menganggap sebuah arca batu yang indah sama dengan batu lainnya, sebuah lukisan sama dengan selembar kain atau kertas. Ada juga orang telah memiliki pengetahuan, kesukaan, dan kepekaan estetik tetapi mencuri benda-benda seni, hal ini biasanya dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi dan mental yang tidak baik yaitu tidak tahan terhadap godaan uang, tidak jujur dan rakus.
Gambar: kegiatan mengapresiasi seni lukis
Sumber: foto,viva.co.id

Sikap penghargaan terhadap karya seni pada dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan, misalnya datang dan menghadiri pameran karya seni, memberikan ucapan selamat kepada seniman, tidak menyetuh lukisan atau benda seni lainnya yang dipamerkan, menjaga jarak dengan karya seni yang dipamerkan, dan juga memberikan kesan dan pesan untuk kemajuan dan pengembangan yang lebih baik. Sikap penghargaan ini sangat penting untuk ditanamkan dalam diri guna menjunjung tinggi nilai moral dalam dunia seni rupa. Maka dari itu, sekiranya sikap penghargaan ini sangat penting untuk diterapkan dalam diri, bukan dalam konteks seni tetapi juga bidang lain dan berbagai kegiatan kehidupan sehari-hari.

5.    Pendekatan dalam Melakukan Apresiasi Seni Rupa
Apresiasi seni dalam prosesnya dibutuhkan sebuah tahapan yang perlu dilalui untuk menemukan menimbulkan sikap penghargaan terhadap karya seni. Dalam melakukan apresiasi seni rupa ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu pendekatan analitik, kognitif, aplikatif, kesejarahan, problematik, dan semiotik. Berikut ini adalah uraian mengenai  berbagai pendekatan untuk dapat melakukan apresiasi seni rupa.
a.    Pendekatan Analitik
Pendekatan analitik dikembangkan oleh Feldman dan Plummer, pendekatan ini merupakan suatu cara melakukan apresiasi dengan melakukan analisis terhadap sebuah karya seni rupa dilihat dari beberapa sudut pandang dan tahapan yakni sebagai berikut.
1)    Deskripsi
Deskripsi merupakan kegiatan awal dari apresiasi, yaitu mengenal dan menemukan segala informasi tentang karya yang diapresiasi. Kegiatan ini misalnya adalah melihat identitas senimannya, keterampilan teknik dan bahan yang digunakan, konsep penciptaan, tema yang ditampilkan yang tidak nampak secara kasat mata. Dalam upaya untuk menemukan identitas seniman jika senimannya masih hidup dilakukan dengan wawancara langsung apabila memungkinkan, tetapi apabila seniman sudah meninggal dunia dapat dilakukan studi dokumen selama ia masih hidup dan melakukan wawancara dengan keluarga terdekat dan teman-teman dekatnya. Tujuan mendapatkan identitas seniman adalah guna mendapatkan gambaran secara utuh tentang kepribadiannya yang tentunya mempengaruhi secara fisik karakter ciptaannya. Selanjutnya untuk mendapatkan infoemasi tentang teknik dan bahan yang digunakan dapat diamati secara langsung, dan jika ada yang meragukan dapat pula dilakukan observasi langsung ke studio tempat sang seniman bekerja, jika diijinkan mengamati langsung ketia ia sedang dalam proses mengerjakan karya seninya. Melihat studionya secara langsung sehingga mendapat gambaran lengkap tentang cara kerja sang seniman dan ini menambah nilai obyektivitas dalam melakukan analisis karyanya.
Memang ada seniman yang tidak senang diamati ketika sedang dalam proses  bekerja dan ini tergantung dari kepribadian senimannya. Misalnya Affandi, ketika melukis di depan umum ia tidak peduli dengan orang di sekitar yang menontonnya. Guna mendapatkan hal-hal yang tidak kasat mata, seperti konsep penciptaan, tema yang ditampilkan perlu melakukan studi dengan wawancara kepada senimannya  atau membaca katalognya jika ada. Berdasarkan data dan infromasi yang telah di dapat kemudian dilanjutkan analisis terhadap karya yang dibuatnya. Kegiatan seperti ini termasuk studi mendalam.
Apabila dalam suatu ketika hanya kebetulan datang pada sebuah pameran, ada baiknya jika kegiatan apresiasi ini hanya dilakukan dengan mengamati karya yang dipamerkan. Pada dasarnya karya-karya figuratif tidak terlalu sulit untuk dideskripsikan, namun karya-karya dengan penampilan non-figuratif memerlukan kecermatan dalam mendeskrisipkan secara kasat mata, namun yang dapat dilakukan adalah mendeskripsikan kondisi fisik dari unsur-unsurnya, prinsip-prinsipnya namun belum sampai kepada penilaian seperti komposisinya tidak seimbang, yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah menjelaskan warna yang diaplikasikan, garis-garis yang digunakan (jika ada). Kemudian menjelaskan tentang teknik hanya menceritakan bagaimana sapuan kuasnya, bagaimana cara membuat tekstur dan sebagainya. Jika mengatakan teksturnya terlalu kuat maka itu telah sampai kepada evaluasi. Dengan demikian sebenarnya pada tahap deskripsi menurut Feldman ada dua hal yang dikerjakan yaitu pertama mendapatkan temuan terhadap apa yang dapat dilihat dalam sebuah karya, kedua deskripsi teknis yakni uraian bagaimana karya tersebut dibuat.

2)    Analisis
Dalam melakukan analisis yang dilakukan adalah menemukan kualitas estetik unsur-unsur yang digunakan, hubungan-hubungan antar unsur yang disusun, kesesuaian konsep dengan ungkapan visualnya. Bagaimana kualitas garis, bentuk, warna dan tekstur, dan bagaimana unsur-unsur itu disusun hinga menjadi suatu susunan kesatuan yang harmonis. Dalam hal ini apresiator sudah masuk dan merujuk pada persepsi estetik.
Persepsi estetik secara prinsip terbagi menjadi dua domain utama yang perlu dipahami dan dilatih sedemikian rupa sehingga mampu untuk merasakan nilai-nilai estetika pada sebuah karya seni rupa, yaitu unsur-unsur seni rupa dan prinsip pengorganisasian unsur seni rupa. Belajar mengenai unsur-unsur seni rupa yang paling mendasar adalah unsur garis, ruang, bentuk, warna, dan tekstur. Sedangkan belajar mengenai prinsip pengorganisasian unsur seni rupa meliputi cara pengolahannya sehingga menimbulkan nilai estetik pada karya seni, yaitu mengarahkan perhatian: pengulangan, selang-seling, rangkaian, transisi, gradasi, irama, dan radiasi; prinsip memusatkan: konsentrasi, kontras, dan penekanan; serta prinsip menyatukan: proporsi, keseimbangan, harmoni, kesatuan, ekonomi, dan hubungan dengan lingkungan.

3)    Interpretasi
Untuk melakukan interpretasi hal yang perlu diungkap adalah tentang ‘makna’ yang terkandung dalam sebuah karya seni. Dalam hal ini ada dua hal yaitu makna fisik (fisikoplastis) dan makna yang ada di balik penampilan fisik tersebut (ideoplastis) sebagai hal yang sulit jika tidak dapat data yang lengkap. Dalam upaya untuk mengungkap makna dalam sebuah karya seni, pemaknaan fisik dapat dilakukan dengan mengandalkan indra, dalam hal ini terkait erat dengan penglihatan. Pemaknaan secara fisik pada karya lukis misalnya, dapat dilihat dari gaya yang digunakan si seniman dan juga pengaruh yang ada dalam karya serta bagaimana si seniman menyusun image-imagenya. Sedangkan makna ideoplastis secara prinsip merujuk pada tingkat nilai-nilai dan pesan yang ingin di sampaikan oleh seniman, misalnya adalah menganalisis judul dari sebuah lukisan, dari judul tersebut apabila didalami secara kritis akan dapat diarahkan pada latar belakang seniman, kesukaan seniman, penghayatan terhadap sesuatu hal dilukis seniman, dan lain sebagainya. Interpretasi pada hakikatnya adalah proses pemaknaan yang terkandung dalam sebuah karya seni secara mendalam dengan melibatkan panca indra dan pikiran.

4)    Judgement
Menurut Feldman judgement tidak dapat dilakukan jika belum sampai kepada interpreatasi tentang karya yang dianalisis. Judgement merupakan suatu kegiatan dalam menentukan tingkat nilai baik dan buruk sebuah karya seni. Untuk melakukan ini informasi dari kegiatan sebelumnya sangat diperlukan. Menurut Feldman ada dua hal yang penting dalam menentukan kualitas karya seni yaitu tujuan seniman dalam membuat karya dan keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut sehingga yang menentukan adalah aspek teknik dalam mengungkapkan gagasannya secara estetik, perbandingan secara historis dengan seni yang sejenis, dan keaslian atau originalitas.

b.    Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini dikembangkan oleh Michael Parson, dalam penjelasannya setiap orang berbeda dalam memberikan respon terhadap karya seni karena tergantung dari perkembangan kognitifnya yang berhubungan dengan karya seni. Ia membedakan lima tingkat kemampuan melakukan apresiasi dan kadang masing-masing tingkat overlaping satu dengan lainnya sehingga menjadi sangat rumit, tetapi kalau dicermati ada hal-hal penting yang dapat dipelajari. Namun sebelumnya ia menjelaskan tentang empat aspek dalam karya seni dan keempat aspek itu ada dalam masing-masing tahap. Keempat aspek tersebut meliputi subyek; ekspresi; medium, bentuk dan gaya; judgement.
Subyek yang dimaksud adalah sesuatu yang diekspresikan dalam bentuk karya seni, dapat kasat mata, dapat pula abstrak. Contohnya: anjing, kucing, manusia adalah kasat mata; bahagia, sedih adalah abstrak. Subyek ini ada terutama pada tahap kedua dan ketiga seperti obyek keindahan berupa bunga, binatang, dan pemandangan. Realisme mengenai image dalam karya seni rupa merupakan gambaran nyata sebagai hal utama dan juga kemampuan teknis dalam menggarap bahan menjadi karya yang nampak relaistik.
Ekspresi dalam karya seni tercermin dari tampilannya, pada tahap pertama menyangkuta masalah pikiran, perasaan dan prilaku, meliputi perasaan gembira, sedih, marah dan lain-lainnya. Pada tahap kedua tercermin tentang pengungkapan perasaan, menghubungkan seniman dengan lukisannya, serta konsep tentang ekspresi senimannya dan tahap ketiga mengenai subyektivitas, ekspresi individual dan interpretasi. Tahap keempat mengenai ekspresi adalah kebenaran interpretasi, dan publisitas karya seni.
Medium, bentuk, dan gaya; medium adalah benda-benda yang digunakan seniman dan dilihat oleh apresiator berupa cat, kertas, batu, kayu, logam dan sebagainya. Bentuk mencakup unsur yang disusun berupa komposisi, dan gaya merupakan kesamaan artikulasi dari beberapa karya seni. Aspek ini dimulai dari tahap kedua hingga keempat.
Aspek judgement terdiri dari dua hal yaitu kriteria untuk menilai karya seni dan apresiator sebagai penilai, aspek ini dimulai dari tahap kedua hingga kelima. Lebih detail mengenai tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
1)    Favoritisme
Tahap ini disebut pula tahap pertama, karakteristik utama tahap ini adalah refleksi intuitif yang sifatnya subyektif sangat kuat terhadap karya seni. Terutama terhadap susunan warna, apresiator mengerti bahwa karya seni memiliki makna tetapi tidak mengetahui secara pasti, secara psikologis tahap ini tidak mempedulikan pendapat orang orang lain, dalam hal estetik karya seni terutama lukisan merupakan obyek yang menyenangkan baik figuratif maupun non-figuratif. Ungkapan-ungkapan yang sering ada pada tahap ini seperti “saya suka warnanya” atau “saya suka bentuknya seperti anjing” tanpa memandang lukisan itu secara teknik dan estetik baik atau buruk.
2)    Keindahan dan Realisme
Gambar: Lukisan Basuki Abdulah
Sumber: wartakota.tribunnews.com

Tahap ini adalah tahap kedua, yang menonjol cirinya adalah tentang subyek dalam karya seni, representasi yang ditampilkannya. Karya seni yang baik adalah jika merepresentasikan sesuatu dan realistik yang menampilkan emosi subyeknya seperti tersenyum, sedih, dan gerakan. Secara psikologis tahap ini menghargai pendapat orang lain, dan secara estetik tahap ini menyadari adanya sesuatu yang dilukiskan pada karya seni secara realistik. Ungkapan-ungkapan yang sering dilontarkan dalam tahap ini seperti “lukisannya seperti sunguhan’, atau “ini sangat sesuai dengan aslinya”. Jadi tahap ini menyangkut tentang karya seni sebagai suatu yang dapat dinikmati oleh penggambarannya yang menyenangkan perasaan. Tahap kedua ini responsi terhadap karya seni adalah seputar penggambaran perasaan dari setiap bentuk dan menghubungkan satu dengan lainnya. Menghubungkan karakter seniman dengan karya seninya, seniman punya motif dan alasan untuk menciptakan karya seni.

3)    Ekspresi
Pada tahap ini ada kesadaran tentang ekspresi yang diungkapkan dalam karya seni yaitu adanya perasaan senimannya atau pengalaman rasa apresiatornya. Sehingga tahap ini beranggapan bahwa tujuan karya seni adalah untuk mengekspresikan pengalaman seseorang, keindahan subyeknya menjadi yang kedua. Kreativitas, keaslian, kedalaman rasa adalah sangat dihargai. Secara psikologis tahap ini lebih maju dalam mengalami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan, dan secara estetik tahap ini menyadari adanya hal yang tidak relevan dengan keindahan subyek karena yang dicari adalah kualitas ekspresi karya yang ditampilkan. Ungkapan-ungkapan yang sering terdengar pada tahap ini misalnya, “lihat distorsi bentuknya sangat kuat mengungkapkan perasaan senimannya” atau “sapuan kuasnya sangat tepat mengekspresikan gerak subyeknya”. Pada hakekatnya tahap ini menyangkut tiga hal yaitu: pertama tentang subyektivitas, bahwa karya seni harus dipahami secara mental karena karya seni mengandung pemikiran, emosi yang sifatnya subyektif. Kedua adalah ekspresi individu, oleh karena itu karya seni dipahami secara individual agar mengetahui apa yang dikasud oleh senimannya. Ketiga adalah interpretasi, yaitu hubungan timbal balik seniman dan apresiatornya dengan media karya seni. Dalam hal ini apresiator mengalami apa yang dialami oleh senimannya berupa ekspresi yang ada dalam karya seni.

4)    Gaya dan Bentuk
Memasuki tahap ini karyas seni bukan lagi bersifat individual, tetapi lebih bersifat sosial. Tahap ini membicarakan tentang karya seni dari segala aspeknya mungkin tekniknya, bentuk-bentuknya, apresiator berbincang satu dengan lainnya mebahas dan menginterpretasikan karya seni yang mereka saksikan. Makna karya seni terangkat oleh apa yang diperbincangkan oleh kelompok-kelompok apresiator dan ini melebihi makna yang interpretasikan oleh individual. Secara psikologis hal ini lebih rumit dibandingkan mendapatkan makna secara individual, dan individu kadang mendapatkan makna dari membaca beberapa interpretasi tentang karya yang dinikmati dan melihat bagaimana masingmasing interpretasi memaknainya. Secara  eistetik apresiator mendapatkan makna karya seni dari media yang digunakan, bentuk dan gayanya dan mampu membedakan makna literal yang ada pada subyek karya seni dengan makna apa yang dicapai dalam karya tersebut dan mengidentifikasi gayanya dengan menghubungkannya secara historis.
Selain itu tahap ini menganggap ulasan karya seni dapat menuntun persepsi dan melihat evaluasi karya seni sebagai hal yang obyektif. Ungkapan- ungkapan yang sering terlontar seperti: “Lihat kesedihan dalam ungkapan warna dan tarikan garisnya” atau “bentuk-bentuk dan warna lukisan ini mengingatkan kepada kaum kubisme” Dalam tahap ini kebenaran interpretasi dapat dilakukan melalui dialog dan membandingkannya dengan pendapat orang lain dan karya seni yang diapresiasi, kualitas karya seni tidak dilihat secara subyektif tetapi melalui pendapat kolektif.
Judul: Afandi, Ayam Tarung
Sumber: en.wikipedia.org

5)    Otonomi
Pada tahap ini apresiator secara mandiri membuat judgement terhadap karya seni dan menyesuaikan kriterianya dengan perkembangan zaman. Pengalaman sangat menentukan untuk melakukannya. Hal ini dikarenakan pengalaman akan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai perkembangan dari sebuah perjalanan karya seni mulai dari dahulu hingga yang kekinian. Perkembangan zaman dalam perjalanannya akan menimbulkan berbagai kriteria yang kondisional berdasarkan konteksnya.

c.    Pendekatan Aplikatif
Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan pemahaman tentang karya seni melalui keterlibatan langsung membuat karya seni. Pendekatan ini sangat efektif karena sang apresiator dapat menghayati langsung dan mendalam bagaimana liku-liku penciptaan karya seni. Bagaimana kesulitan menggunakan alat dan bahan, bagaimana mendapatkan warna dan bentuk yang harmonis. Misalnya untuk apresiasi wayang, apresiator membaca cerita lalu memilih tokoh wayang dan kemudian membuatnya. Jadi dengan metode learning by doing (belajar dengan melakukan) memberi kesempatan kepada apresiator secara aktif mengalami hingga menghayati proses penciptaan karya seni.

d.    Pendekatan Kesejarahan
Pendekatan kesejarahan merupakan pengembangan apresiasi seni melalui penelusuran sejarah perkembangan seni, dari periode ke periode, lahirnya seni mengikuti perkembangan masyarakat. Dengan pendekatan ini apresiator akan lebih dapat memahami suatu karya seni misalnya tentang cerita wayang lakonnya diambil dari mana dan apa isi ceritanya, lalu tentang batik kenapa batik pedalaman seperti Yogya dan Surakarta lebih gelap dibanding batik pesisiran di Pekalongan. Kemudian perkembangan seni di Indonesia mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini kenapa begitu bervariasi. Dengan mengetahui proses perkembangan seni dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang karya seni. Kemudian hal ini juga dapat diterapkan kepada seniman secara individu, misalnya perkembangan teknik melukis Affandi dari realisme hingga ekspresionisme dengan menggunakan teknik plototan. Pendekatan kesejarahan tidak pula dapat lepas dari pendekatan sosiologis jika ingin mengetahui perkembangan seni suatu kelompok masyarakat, dalam tataran individu tidak dapat lepas dari pendekatan psikologis dan biografis.
Gambar: Lukisan Basuki Abdulah
Sumber: www.rapublika.com

e.    Pendekatan Problematik
Dengan pendekatan ini seni dipahami melalui pemahaman makna dan mencarian jawaban seputar seni; seperti makna seni, hubungan seni dengan keindahan, seni dan ekspresi, seni dengan alam, fungsi seni rupa bagi kehidupan manusia, jenis seni rupa, gaya dalam seni rupa dan sebagainya. Dengan pendekatan ini apresiator dapat lebih holistik (utuh dan luas) memahami seni. Misalnya tentang problem kenapa manusia membutuhkan seni? Apa peran seni dalam kehidupan manusia dan seterusnya. Kelemahan pendekatan ini terlalu teoritis, namun demikian untuk mengurangi kejenuhan teori dapat dilakukan variasi dengan alat peraga visual dan variasi tugas untuk didiskusikan.

f.     Pendekatan Semiotik
Seni rupa merupakan karya manusia yang penuh dengan tanda dan makna, untuk mengungkapkannya dapat dilakukan melalui pendekatan semiotika. Menurut Aart van Zoest istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda, yang saat ini menjadi cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Semiotika sangat kental dengan masalah bahasa verbal sebagai media komunikasi, namun dalam perkembangannya penggunaannya merambah ke berbagai bidang ilmu termasuk seni rupa. Oleh karena seni rupa pada dasarnya berupa tanda dan media komunikasi non-verbal, maka pendekatan semiotika dapat digunakan untuk keperluan analisis bahasa visual yang ada pada seni rupa.
Gambar: lukisan dengan semiotika mengenai sebuah renungan
Sumber: anggasenirupa.blogspot.com

Ada dua orang tokoh terkenal sebagai perintis semiotika, yaitu Ferdinand de Sausure dari Perancis dan Charles Sanders Peirce dari Amerika. Teori semiotika Sausure berangkat dari bahasa sedang Peirce memulainya dari logika. Dalam pembahasan ini semiotika Peirce digunakan untuk melakukan analisis seni rupa terutama dalam hal identifikasi klasifikasi tanda dengan ciri-cirinya. Dalam perkembangan selanjutnya Marco de Marinis melakukan penelitian selama delapan tahun tentang semiotika seni pertunjukan yang mengurai lapisanlapisannya sehingga dapat pula digunakan sebagai model  analisis karya seni rupa secara tekstual, dan hal ini tidak jauh dengan properti-properti yang ada dalam estetika.
Penggunaan tanda dalam seni rupa sangat banyak, berkaitan dengan itu menurut Peirce analisisnya meliputi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu. Tanda merupakan kajian pokok dalam semiotika. Sesuatu agar dapat berfungsi sebagai tanda memiliki beberapa ciri, yaitu harus dapat diamati, dapat difahami, representatif, interpretatif, dan memiliki latar (ground) berupa perjanjian, peraturan, dan kebiasaan yang dilembagakan yang disebut dengan kode. Kiranya seni rupa memenuhi ciri-ciri tersebut.
Mengenai hubungan tanda dengan denotatumnya atau objeknya dibedakan menjadi tiga. Pertama ikon, yaitu sesuatu yang berfungsi sebagai penanda mirip atau serupa dengan bentuk objeknya atau denotatumnya, misalnya dalam sebuah lukisan ada bentuk matahari, bulan, rumah, dan sebagainya. Kedua indeks, yaitu tanda yang berfungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan adanya petanda atau tanda yang menandakan adanya tanda lain. Langit mendung sebagai tanda akan hujan, badan lesu menandakan kurang sehat. Dalam seni rupa misalnya warna cerah sebagai indeks suasana hati senimannya ceria sebaliknya indek kesedihan adalah warna-warna suram dan kusam. Ketiga adalah simbol, merupakan hubungan yang telah dibentuk secara tradisional dan lazim di masyarakat serta tergantung dari suatu aturan yang berlaku umum agar pengguna siimbol mengetahui arti yang terkandung di dalamnya. Simbol memiliki sifat arbitrer dalam hubungannya antara objek dengan rujukannya. Misalnya dalam seni rupa bentuk dan warna dapat bersifat simbolik hal ini tergantung dari maksud senimannya menggunakan unsur-unsur sebagai media ungkapnya, sehingga  pendekatan semiotik dapat pula mencakup pendekatan simbolik.
Selanjutnya hubungan antara tanda dengan interpretant-nya dibedakan menjadi tiga dan berguna dalam melakukan interpretasi terhadap tanda yang dianalisis. Pertama, suatu tanda adalah rheme bila dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari suatu kemungkinan denotatum yang belum jelas dan menjadi jelas sebagai denotatum jika tanda tersebut diberi predikat denotatum. Misalnya dalam seni rupa (lukisan, patung) dapat dilihat unsur pembentuknya seperti tema atau judul sehingga karya seni rupa itu memiliki nama tertentu, misalnya dua penari, guernica, rakit medusa karya seni lukis itu menunjukkan kepada dua orang penari, kondisi akibat perang untuk guernica dan kecelakaan laut untuk rakit medusa.
Kedua, tanda sebagai decisign atau decentsign. Dalam hal ini tanda memberikan informasi tentang denotatumya. Misalnya, dalam analisis seni rupa, dapat diperhatikan apakah unsur-unsur yang digunakan telah sesuai dengan apa yang diungkapkan dalam katalog, misalnya dalam katalog diuraikan tentang tujuan seniman adalah untuk mengungkapkan kondisi sosial masyarakat yang masih dililit oleh kemiskinan. Kemudian dalam ungkapan karyanya apakah mencerminkan hal itu, jika kemiskinan tanda yang digunakan berupa pemandangan yang indah, gadis cantik dengan warna cerah maka terjadi kesalahan hubungan tanda dengan denotatumnya.
Ketiga, hubungan tanda dengan interpretannya sebagai sesuatu yang berlaku umum dan mengandung kebenaran disebut sebagai argument. Penerapannya dalam analisis seni rupa yang menggunakan banyak tanda visual adalah bagaimana tanda-tanda itu dalam ruang lingkup umum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Misalnya semua lukisan yang menggunakan warna-warna cerah memberikan kesan perasaaan menggembirakan.
Di samping ketiga klasifikasi tentang semiotika yang diulas oleh Zoest, tanda dapat pula dianalisis melalui tiga hal yang disebut gramatika semiotika, yaitu dari segi sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis yakni mengenai hubungan antara tanda dengan tanda lain dalam membentuk suatu pengertian. Latar belakang dari tanda itu diinterpretasi makna simboliknya, sehingga dalam tahap ini sudah menuju kepada semantik karena mencari hubungan antara tanda dengan apa yang diinterpretasikan. Selanjutnya jika analisis dilakukan terhadap hubungan tanda dengan pengguna tanda maka sampai kepada taraf analisis pragmatik. Apabila analisis sampai pada taraf ini perlu pengetahuan lain seperti psikologi dan sosiologi. Dalam seni rupa hubungan sintaksis kecendrungannya menyangkut masalah harmoni dan kesatuan, tanda dalam hal ini berarti unsur rupa. Jadi hubungan antara unsur satu dengan unsur lainnya seperti warna dengan warna, bentuk dengan bentuk, warna dengan bentuk, bentuk dengan ruang. Selanjutnya mengenai semantik menyangkut hubungan unsur-unsur rupa dengan judul sebagai rujukannya. Apakah unsur-unsur rupa yang digunakan sebagai media ungkap sesuai dengan judulnya? Namun sulitnya, dalam seni rupa non-figuratif kadang judul hanyalah berfungsi sebagai nama yang bukan untuk dikonotasikan dengan makna kata dalam judul itu. Menurut Soedarsono berdasarkan pendapat Marco de Marinis menguraikan, bahwa dalam seni pertunjukan ada beberapa layers yang harus dianalisis agar mendapatkan gambaran yang holistik seperti lakon, pemain, busana, iringan, tempat pentas, bahkan juga penonton. Apabila hal ini dikaitkan dengan seni rupa tidak jauh berbeda dengan seni pertunjukan karena dalam seni rupa juga ada lapisan-lapisan seperti tema atau judul, bahan dan teknik, unsur seni rupa dan prinsip pengorganisasiannya, serta ekspresi yang terkandung didalamnya. Melakukan analisis dengan pendekatan semiotik sangatlah rinci dan rumit, analisis dapat dilakukan antara hubungan tanda dengan tanda, dan tanda dengan penggunanya yaitu antara karya seni dengan senimannya dan dengan apresiatornya. Oleh sebab itu, melakukan analisis tergantung dari tujuan pencapaian analisis. Sebuah lukisan dapat dianalisis melalui model trikotomi tanda Peirce, yakni mulai dari latar adanya tanda (lukisan), denotasi atau denotatum tentang apa yang dirujuk oleh lukisan sebagai tanda, dan tentang makna dari hubungan tanda (hubungan unsur) dalam seni lukis dan hubungan lukisan dengan senimannya dan dengan masyarakat penggemarnya.

B.   Kritik Seni Rupa
Pendekatan kritik maksudnya melakukan apresiasi dengan cara kritis, dalam melakukan kritisi terhadap karya seni ada empat jenis dan tiga gaya dalam melakukannya.
1.    Pengertian Kritik Seni
Dalam berbagai kegiatan dan pemaknaan, sering kali kata kritik disalah artikan sebagai sesuatu yang mengandung sifat negatif, sedangkan dalam segi kebahasaan kata kritik memiliki makna yang lebih bersifat membangun dan mendeskrisikan sesuatu. Istilah “kritik seni”, dalam bahasa Indonesia, sering disebut dengan istilah “ulas seni”, “kupas seni”, “bahas seni” atau “bincang seni”. Hal itu disebabkan istilah “kritik” bagi sebagian orang sering berkonotasi negatif yang berarti kecaman, celaan, gugatan, hujatan, dan lain-lain (Kamus Purwadarminta). Sedangkan dalam kamus Inggris-Indonesia disebutkan, kata critic adalah kata benda yang berarti pengecaman, pengkritik, pengupas, dan pembahas (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1984: 155). Kritik juga memiliki arti bahwa orang yang menyampaikan pendapatnya dengan alasan tertentu terhadapberbagai hal, terutama mengenai nilai, kebenaran, kebajikan, kecantikan atau tekniknya. Selain itu, kritik juga memiliki makna atau tidakan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya yang tidak mendukung atau menguntungkan bagi yang dikritik; suatu pengamatan yang kritis atau teguran. Padanan kata critique dalam batasan tersebut berarti kupasan atau tinjauan. Dalam seni mengkritik berarti mengevaluasi atau meneliti karya seni atau literatur. Berikutnya, mengkritik dapat juga diartikan sebagai proses penyelidikan yang ilmiah dari naskah atau dokumen yang terkait dengan kesustraan dalam hubungannya dengan berbagai hal, seperti keaslian, teks, komposisi, atau sejarahnya.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, istilah “kritik” dalam bahasa Indonesia dapat disamakan dengan istilah critic, criticism, dan critique dalam bahasa Inggris. Pada umumnya istilah “kritik seni” terkait dengan masalah seni, dan bertujuan mendeskripsikan, menganalisis, menginterpretasi, dan menilai karya seni (Nooryan Bahari, 2014: 2-3).

2.    Tujuan dan Fungsi Kritik Seni Rupa
Berbagai bidang keilmuan yang tidak terkecuali seni rupa, kritik juga memiliki tujuan dan fungsi di dalamnya. Tujuan dari kritik seni adalah memahami karya seni rupa, dan ingin menemukan suatu cara untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi suatu karya seni dihasilkan, serta memahami apa yang ingin disampaikan oleh pembuatnya, sehingga hasil kritik seni benar-benar maksimal, dan secara nyata dapat dinyatakan baik dan buruknya sebuah karya. Pada prinsipnya tujuan akhir dari kritik seni adalah supaya orang yang melihat karya seni memperoleh informasi dan pemahaman yang berkaitan dengan mutu suatu karya seni, dan menumbuhkan apresiasi serta tanggapan terhadap karya seni (Feldman, 1967: 448). Pada prinsipnya kritik seni juga akan menimbulkan perasaan untuk mengapresiasi seni. Sebuah kritik seni menuntut adanya sebuah pemikiran kritis untuk membuat sebuah ulasan dan deskripsi secara keseluruhan dari karya seni. Selain itu, kritik seni juga memiliki fungsi yang sangat berguna untuk menyampaikan sebuah pesan dari pencipta karya.
Kritik seni berfungsi sebagai jembatan atau mediator antara pencipta dengan peminatnya. Fungsi yang demikian ini sangat penting dan strategis, karena tidak semua penikmat karya seni dapat mengetahui dengan pasti apa yang ingin disampaikan dan dikomunikasikan oleh pencipta karya seni dengan wujud karya seni yang dihadirkan. Di sisi lain, kritik seni juga dapat dimanfaatkan oleh sang pencipta karya seni untuk mengevaluasi diri, sejauh mana karya seninya dapat ditangkap dan dimengerti oleh orang lain, sejauh mana prestasi kerjanya dapat dipahami manusia di luar dirinya. Hal ini sangat penting menjadi perhatian ketika evaluasi diri ini adalah sebuah renungan untuk melihat respon dari peminat seni. Semua hal tersebut adalah umpan balik yang sangat berharga bagi pencipta karya seni untuk memperbaiki karya-karya seninya di masa-masa mendatang. (Nooryan Bahari, 2014:3). Pencipta karya seni dapat mengandalkan kritik seni yang disampaikan kepadanya baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya informasi tersebut selanjutnya pencipta karya dapat merenungkan gagasan yang baru untuk karya seni yang akan dibuat selanjutnya, baik dengan penambahan maupun pengurangan dari karya sebelumnya.

3.    Unsur Kritik Seni
Kritik seni memiliki unsur-unsur yang didalamnya membangun sebuah kerangka pikir dan gagasan yang mampu menunjang sebuah informasi yang nantinya disampaikan kepada peminat seni. Dalam kritik seni dapat dilakukan secara verbal maupun tulisan, yang di dalamnya biasanya terdapat unsur-unsur deskripsi analisis formal interpretasi, dan evaluasi atau penilaian terhadap mutu yang dihasilkan dalam karya seni yang dikritik. Sistematika penggunaan unsur-unsur kritik seni tersebut dapat dilakukan secara berurutan maupun secara acak, tergantung pada tujuan kritik seni tersebut dimaksudkan. Kritik seni awalnya merupakan kebutuhan untuk menjelaskan makna seni, kemudian beranjak pada kebutuhan memperoleh kesenangan dari kegiatan berbincang-bincang tentang seni, dan pada akhirnya mengarah pada perumusan pendapat atau tanggapan yang nantinya dapat difungsikan sebagai standar kriteria atau tolak ukur bagi kegiatan mencipta dan mengapresiasi seni. Menurut Nooryan Bahari (2014: 9) membagi unsur kritik seni menjadi empat komponen utama, yaitu deskripsi, analisis formal, interpretasi, dan penilaian. Berikut ini adalah ulasan mengenai keempat unsur kritik seni.
a.    Deskripsi
Deskripsi merupakan satu unsur utama yang paling dasar dan pertama kali dilakukan oleh seorang apresiator untuk melakukan kritik senik. Deskripsi dalam kritik seni adalah suatu proses penggambaran atau pelukisan dengan kata-kata apa saja yang tersaji dalam karya seni rupa yang ditampilkan. Penjelasan dasar tentang hal-hal apa saja yang nampak secara visual, yang diharapkan dapat membangun bayangan bagi pembaca deskripsi tersebut mengenai yang disajikan. Uraian mengenai deskripsi biasanya ditulis sesuai dengan keadaan karya sebagaimana adanya, sembari berusaha menelusuri gagasan, tema, teknis, media, dan cara pengungkapannya. Deskripsi meliputi uraian mengenai hal-hal yang diwujudkan pada karya seni secara kasat mata mengenai garis, bidang, warna, tekstur, dan lain-lain, dalam hal ini melum merujuk pada interpretasi dan penilaian. Sehingga, deskripsi dapat menjelaskan secara umum apa saja yang terlihat dalam pendangan mata, tanpa harus memancing perbedaan pendapat atau berusaha memperkecil perbedaan penafsiran. Misalnya adalah mendeskripsikan ketegasan garisnya; bidang-bidang yang dibentuk sehingga menghasilkan perspektif; warna-warna yang digunakan pada sebuah lukisan, baik yang mendominasi maupun yang mendukung; serta berbagai hal lainnya yang mudah untuk dilihat detail mata.
b.    Analisis Formal
Setalah dilakukan tahapan deskripsi, tahap selanjutnya dalam penjelasan mengenai unsur kritik seni adalah analisis formal. Unsur ini adalah tahap dimana percobaan mengenai penjelasan objek yang dikritik dengan dukungan beberapa data yang tampak secara visual. Dalam proses ini dimulai dengan cara menganalisis objek secara keseluruhan mengani kualitas unsur-unsur visual dan kemudian dianalisis bagian demi bagian, seperti menjelaskan tata cara pengorganisasian unsur-unsur elementer kesenirupaan seperti kualitas garis, bidang, warna, dan tekstur. Disamping menjelaskan bagaimana komposisi karya secara keseluruhan dengan masalah keseimbangan, irama, pusat perhatian, kontras, dan kesatuan. Analisis formal dapat dimulai dari hal ihwal gagasan sehingga kepada bagaimana tata cara proses perwujudan karya beserta urutannya. Analisis formal membutuhkan pengetahuan dan pengalaman dasar yang dibutuhkan sehingga mampu menangkap berbagai aspek yang terkandung dalam sebuah karya, khususnya yang terkait dengan prinsip penyusunannya. Sebuah karya seni lukis misalnya, keseluruhan unsur seni rupa harus disusun sedemikian rupa berdasarkan prinsip penyususnan, sehingga mampu untuk menjadi satu kesatuan yang utuh dari karya lukisan tersebut.
c.    Interpretasi
Interpretasi adalah proses menafsirkan hal-hal yang terkandung di balik sebuah karya, dan menafsirkan makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Setiap penafsiran dapat mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan di balik struktur bentuk, misalnya unsur psikologis pencipta karya, latar belakang sosial budaya, gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu senimannya. Penafsiran merupakan salah satu cara untuk menjernihkan pesan, makna, dan nilai yang dikandung dalam sebuah karya, dengan cara mengungkapkan setiap detail proses interpretasi dengan bahasa yang tepat. Guna menjelaskan secara tepat, maka seseorang yang melakukan penafsiran harus berbekal pengetahuan tentang proses pengubahan karya (Feldman, 1967:479).
d.    Penilaian
Sebuah penilaian pada prinsipnya didasarkan atas deskripsi, analisis formal, dan interpretasi sebuah karya seni dengan data-data visual maupun penjelasan-penjelasan tambahan dari seniman. Dalam kritik seni, ukuran penilaian bisa dilakukan secara general atau nongeneral. Secara general penilaian karya seni harus didasarkan pada analisis unsur-unsur karya seni rupa tersebut secara terpisah-pisah, seperti kombinasi, proporsi, perspektif, garis, bidang, warna, gelap terang, anatomi, dan lain sebagainya. Selanjutnya, masing-masing nilai dijumlah, kemudian dibagi banyaknya unsur yang dinilai. Sedangkan secara nongeneral cenderung menilai karya seni tidak secara terpisah-pisah, karena karya seni dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak mungkin dianalisis atas unsur demi unsur. Hal itu, supaya makna dan nilai sebagai karya seni rupa tetap utuh dan bulat.
Tahap penilaian karya seni ini dapat dilihat pada tingkat keberhasilan suatu karya seni dalam menyampaikan pesan yang sesuai dengan keinginan penciptanya. Tahap evaluasi atau penilaian ini pada dasarnya merupakan proses pentapan derajat karya seni rupa bila dibandingkan dengan karya seni rupa lainnya yang sejenis. Tingkat penilainnya ditetapkan berdasarkan nilai estetiknya secara relatif dan kontekstual.

4.    Aspek yang Dikritik
Karya seni dibuat atau diciptakan bukan sekedar untuk ditampilkan, dilihat dan didengar saja, tetapi harus penuh dengan gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu yang hendak dikomunikasikan penciptanya. Di samping itu, penciptaan karya seni juga diharapkan dapat merespon ruang dan waktu di mana ia diciptakan. Di sini aspek ide atau gagasan, tema, teknik pengolahan material, prinsip-prinsip penyusunan atau pengorganisasian dalam mengelola kaidah-kaidah estetis, keunikan bentuk, gaya perseorangan, kreativitas dan inovasi, turut dipertimbangkan. Maka dari itu, ada banyak aspek yang dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan kritik pada sebuah karya seni. Menurut Nooryan Bahari (2014:14) ada empat aspek yang dapat dikritik pada sebuah karya seni, yaitu gaya perseorangan, tema, kreativitas, dan teknik mewujudkan karya. Berikut ini adalah sajian pembahasan mengenai keempat aspek tersebut.
a.    Gaya Perseorangan
Manusia merupakan tokoh yang terbentuk dengan kokoh dan kuat, dan dibina oleh unsur internal dan eksternal, atau unsur subjektik dan objektif. Berdasarkan hal tersebut maka seorang seniman yang berkualitas akan menghasilkan karya-karya yang mempunyai ciri khas dengan simbol-simbol pribadi dalam karya seninya. Seorang seniman pasti memiliki gaya tersendiri yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan disekitarnya. Lingkungan dan kebudayaan dimana seniman tinggal pastilah memiliki norma-norma, kebiasaan, kesepakatan, dan berbagai cara penanggulangan yang dipranatakan dalam kehidupan sosial, di mana perwujudan karya seni yang mencerminkan suatu kelompok juga akan menjadi ciri umum yang mendasari ciri pribadi sang seniman. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun gaya individual seniman sangat menonjol dalam berkarya seni, akan tetapi ia bisa diterima secara sosial jika terdapat asas-asas di dalamnya yang dapat dipahami secara bersama.
Gambar: Gaya lukisan Afandi yang sangat khas, Perahu dan Matahari
Sumber: blog-senirupa.blogspot.com

Dalam perwujudan sebuah karya seni terkait dengan penggunaan kaidah dan simbol. Penggunaan simbol dalam seni, sebagaimana dalam bahasa, mengisyaratkan suatu bentuk pemahaman bersama di antara warga masyarakat. Sebuah karya seni sebagai satu kesatuan karya, dapat menjadi sebuah ekspresi yang bermatra individual, sosial, maupun budaya, dengan muatan substansi ekspresi yang merujuk pada berbagai tema, interpretasi, atau pengalaman hidup senimannya. Pada prinsipnya, karya seni berisikan pesan dalam sebuah konteks komunikasi, dan merangsang perasaan misteri di mana sebuah perasaan yang lebih dalam dan kompleks dibanding apa yang tampak dari luar karya tersebut. Dengan demikian, gaya seniman ini menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dijadikan sebagai salah satu aspek yang dikritik dalam konteks kritik seni.
b.    Tema
Tema adalah suatu konteks yang sangat penting dalam sebuah karya seni. Pada prinsipnya tema merupakan gagasan yang hendak dikomunikasikan pencipta karya seni kepada khalayak atau penikmat seni. Dalam berkarya seni tema bisa menyangkut masalah sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan dan lain sebaginya. Dalam hal ini, aspek yang dapat dikritisi adalah sejauh mana tema tersebut mampu menyentuh penikmat seni, baik pada nilai-nilai tertentu dalam kehidupan sehari-hari ataupun hal-hal yang bisa mengingatkan pada peristiwa tertentu. Tema yang baik dikombinasi dengan hasil karya seni yang baik dapat membangkitkan persepsi bahkan ingatan para penikmat seni yang melihatnya.
Pembahasan mengenai tema pada dasarnya tidak dapat lepas dari latar belakang seniman. Selain itu, tema juga akan menuntun pada sanjian pembahasan mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh seniman kepada khalayak. Tema di sini tidak terbatas dan cakupannya sangat luas bergantung pada pengetahuan dari sang seniman.
c.    Kreativitas
Kreativitas merupakan sebuah proses. Kreativitas adalah proses mengelola informasi, melakukan sesuatu atau membuat sesuatu (Momon Sudarma, 2013:18). Selain itu, krativitas adalah proses yang melibatkan penggunaan keterampilan dan imajinasi untuk menghasilkan sebuah karya seni yang bersifat baru. Kreatif berarti orang yang selalu berkreasi, sedangkan pengertian berkreasi itu sendiri adalah membuat sesuatu yang belum pernah ada, atau mengembangkan sesuatu yang telah ada dengan sesuatu yang baru. Prisip dasar kreativitas sama dengan inovasi, yaitu memberi nilai tambah pada benda-benda, cara kerja, cara hidup dan lain sebagainya, agar senantiasa muncul karya-karya baru yang lebih baik dari karya sebelumnya. Dalam penciptaan sebuah karya seni kreativitas mengandung pengertian, arti, dan nilai baru.
Gambar: Kreativitas Mengolah bahan, kerajinan ukiran patung dari akar bambu

Seniman kreatif adalah orang yang selalu mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk membuat sesuatu yang baru dan asli. Untuk mewujudkan keinginan semacam itu, maka diperlukan intensitas percobaab yang sering dengan menghubungkan beberapa hal menjadi suatu karya yang baru dan lebih berarti.
Kreativitas dalam konteks unsur kritik seni sangat berkaitan dengan gaya perseorangan, karena proses penciptaan karya seni merupakan perpaduan faktor internal dan eksternal. Kreativitas membutuhkan sebuah kebaruan yang bersifat lebih baik dari karya sebelumnya. Maka dari itu, kreativitas sekiranya menjadi konteks pembahasan kritik seni yang harus diperhatikan, khususnya terkait dengan gaya perseorangan. Hal ini dikarenakan seniman yang memiliki kreativitas tinggi akan menemukan jati dirinya melalui gaya yang ia temukan atau yang telah melekat para dirinya, baik dari sisi teknik maupun bahasa rupa yang digunakan untuk menyampaikan pesannya kepada penikmat seni.

d.    Teknik Mewujudkan Karya
Seniman yang memiliki gagasan dalam pikirannya untuk sebuah karya seni, maka diperlukan juga sebuah pemikiran yang membahas mengenai tata cara mewujudkan gagasan tersebut, atau cara mentransformasikannya menjadi wujud yang nyata, sehingga memiliki nilai yang tinggi. Dalam proses perwujudan karya ada berbagai macam teknik yang dapat digunakan, seperti teknik cor, teknik kerok, teknik tempel, teknik tuang untuk seni patung, dan lain sebagainya yang berhubungan cara mewujudkan karya seni menjadi wujud nyata. Aspek yang dapat dinilai dalam hal ini adalah sejauh mana penggunaan teknik-teknik tersebut dapat menghasilkan efek-efek visual yang estetis dan khas, dan seberapa jauh teknik tersebut dapat memenuhi atau mewakili keinginan senimannya dalam mewujudkan karyanya.
Gambar: Salah satu Teknik Berkarya Seni Rupa, Teknik Ukir
Sumber: carajuki.com

Teknik dalam mewujudakan karya juga dapat menunjukkan keterampilan dan pengalaman sang seniman dalam mewujudkan sebuah karya seni. Kecerdasan untuk mengkombinasikan atau mengolah berbagai bahan dengan berbagai teknik seningga mampu menghasilkan sebuah karya dengan kualitas yang tinggi disertai dengan sesuatu yang mencirikhaskan dari seniman itu sendiri. Aspek teknik juga merupakan aspek yang sepatutnya menjadi salah satu domain untuk dikritik. Dengan demikian, hal itu akan menunjukkan kepada para panikmat seni mengenai berbagai keteknik dalam membuat karya seni dan juga menumbuhkan rasa apresiasi kepada apresiator seni mengenai kesulitan dan kerumitan dalam pembuatan karya seni, sehingga apresiasi yang disampaikan tidak sekedar pada batas yang sangat dangkal.

5.    Jenis Kritik Seni
Kritik seni pada dasarnya terbagi atas beberapa jenis yang di dalamnya mengandung ciri khas yang berbeda. Menurut Feldman (1967) kritik seni terbagi atas empat jenis, yaitu kritik jurnalistik, pedagogik, ilmiah, dan populer. Berikut ini adalah sajian ulasan mengenai berbagai jenis kritik seni.
a.    Kritik Jurnalistik
Sesuai dengan namanya, kritik ini adalah tipe yang disajikan kepada pembaca koran dan majalah. Sudah bukan menjadi rahasia umum jika yang menjadi pembaca koran dan majalah adalah berbagai kalangan, seperti masyarakat heterogen, pelajar, mahasiswa, pedagang, pegawai negeri, pengusaha, pejabat pemerintah, dan lain sebagainya. Kritik jurnalistik merupakan upaya mengulas suatu karya seni biasanya ketika ada pameran. Ciri-ciri dari kritik jurnalistik ini bahasanya mudah dimengerti namun ulasannya tidak mendalam tetapi singkat dan padat. Kritik ini semacam berita dengan ulasan ringan ditujukan kepada pembaca berita surat kabar dan majalah sebagai informasi tentang peristiwa seni yang sedang berlangsung dengan tambahan ringkasan tentang tema yang diungkap dalam karya yang dipamerkan. Tujuan dari kritik ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas secara umum agar mudah untuk diterima dan dipahami. Namun demikian, keterbatasan kritik ini karena jangkauannya kepada masyarakat umum bukan masyarakat penggemar seni sehingga tidak menggunakan ulasan yang mendalam untuk lebih memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang karya seni yang dipamerkan. Maka dari itu, informasi yang terkait dengan kritik jurnalistik ini kebanyakkan mengungkap karya seni secara ringan tanpa merujuk pada pemaknaan yang mendalam dikarenakan tidak semua masyarakat umum mampu untuk memahami karya seni dengan mendalam.
Gambar: salah satu contoh kritik jurnalistik
Sumber: indonesiaartnews.or.id

b.    Kritik Pedagogik
Pedagodik pada dasarnya berhubungan erat dengan bidang keguruan. Kritik pedagogik dimaksudkan untuk meningkatkan kematangan estetik dan artistik para pelajar. Namun demikian, kritik pedagogik ini biasanya dilakukan oleh guru seni terhadap siswanya dengan tujuan meningkatkan kematangan teknik dan estetik siswa dalam berkarya seni. Kritik ini dapat dilakukan secara verbal dengan cara mendeskripsikan karya seni siswa, kemudian menganalisis unsur-unsur yang ada pada karya, menafsirkan dan mengevaluasi karya siswa dengan menjelaskan bagian-bagian mana yang menjadi kelebihan atau yang menarik dari karya untuk dibahas lebih lanjut. Ulasan tidak keras, kriteria tidak terlalu berat tetapi bersifat mendorong semangat siswa untuk bekerja dan belajar meningkatkan prestasinya. Tugas utama guru dalam memberikan kritik terhadap karya siswa adalah dapat menunjukkan kelemahan-kelemahan siswa dalam hal teknis dan estetiknya, dan mengarahkan siswa berdasarkan bakat dan kemampuannya yang tepat. Dalam hal ini guru dituntut memiliki kepekaan estetik yang lebih dibanding siswanya dan memberikan bimbingan selama dalam proses berkarya dan memberi kesimpulan pada akhirnya.

c.    Kritik Ilmiah atau Akademis
Kritik ilmiah merupakan jenis kritik yang menampilkan analisis yang mendalam dengan menggunakan data-data lengkap dan hasil evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Data yang ditampilkan pada didapatkan dari berbagai sumber yang relevan terkait dengan konteks karya seni, dalam hal ini adalah buku, hasil wawancara dengan seniman atau ahli seni, jurnal, dan lain sebagainya. Setelah didapatkan data-datanya dilanjutkan dengan analisis yang mendalam mengenai karya seni tersebut dan dievaluasi sedemikian rupa hingga dapat dikatakan sebagai sebuah karya ilmiah. Kegunaan kritik ini adalah penyelidikannya terhadap prestasi artitistik baik seni tradisional maupun kontemporer. Kritik ini paling dapat mendekati tentang apa yang dimaksud oleh senimannya dalam menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam karya seni. Kritik ini termasuk pendekatan analitik dengan berbagai tahapan dan metode yang harus dilaluinya.

d.    Kritik Populer
Kritik populer merupakan jenis kritik seni rupa yang dapat dilakukan oleh setiap orang yang tertarik dalam bidang seni. Hasil kritik berbeda-beda sesuai dengan perhatian dan intensitas lingkungan individu masing-masing, namun kecendrungan secara keseluruhan populasi dalam menentukan kualitas seni ditentukan oleh pendapat mayoritas. Sebagaimana halnya kontes menari dan menyanyi di televisi penilaian dilakukan pula oleh publik, namun yang menentukan adalah kombinasi antara pendapat publik dan profesional judgement oleh juri. Dengan demikian, dalam konteks kritik seni rupa ini hasilnya sangat beragam dan sangat bergantung pada pengalaman apresiator.

6.    Gaya Kritik Seni
Dalam melakukan kritik ada gaya atau tipenya. Menurut Sudarmaji (1979), dalam melakukan kritik seni dapat dilakukan melalui tiga tipe atau gaya yaitu: kontekstual, Intrinsik, dan komparatif.
a.    Kontekstual
Gaya kritik secara kontekstual berarti tidak hanya menggunakan kriteria estetik, juga dipertimbangkan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang berhubungan dengan moral, psikologi, sosiologi, dan religi. Oleh sebab itu, dalam melakukan kritik perlu mempertimbangkan apakah sebuah karya seni patut di gelar di depan umum sementara masyarakatnya sangat religius, apakah tidak menyinggung perasaan masyarakat dan sebagainya. Misalnya Affandi banyak mengambil tema kerakyatan terutama masyarakat elas bawah berarti secara kontekstual Affandi peduli dengan kondisi masyarakat yang masih dibelit oleh kemiskinan. Jadi kritik dalam hal ini dilakukan dari beberapa sudut pandang yang terkait dengan seni.
b.    Intrinsik
Gaya kritik ini dapat dikatakan murni untuk kepentingan estetik, karena yang diulas terfokus kepada nilai estetikanya tanpa dibebani dengan hal lain. Nilai-nilai estetik yang terkait meliputi kemahiran teknik dalam menggunakan alat dan bahan, kemahiran dalam menyusun elemen-elemen estetik yang menjadi harmoni dan kesatuan dalam sebuah karya yang utuh.
c.    Komparatif
Gaya kritik dilakukan dengan membandingkan karya seorang seniman dengan seniman lain, karya seniman dengan daerah asalnya, dengan teman sejawatnya atau dengan karya seni suatu kelompok masyarakat. Misalnya karya Van Gogh dibandingkan dengan karya cukilan kayu Jepang, karya Picasso dengan patung Afrika atau dengan temannya George Braque yang sama-sama mengembangkan kubisme. Karya Kartika dengan Affandi sebagai bapak dan gurunya. Dengan membandingkan dapat diketahui posisi dan kualitas karya seorang seniman.



Daftar Pustaka
Bangun, Sem C. (2001) Kritik Seni Rupa. Bandung: Penerbit ITB.

Feldman, Edmund Burke. 1967. Art as Image and Idea. New jersey: Prentice Hall, Inc.

Momon Sudarma. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sudarmaji. 1979. Dasar-dasar Kritik Seni Rupa. Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah.

Sumardjo Jacob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Nooryan Bahari. 2014. Kritik Seni: Wacana, Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


cara melihat kata kunci populer di google

Anda dapat melihat kata kunci populer di Google dengan menggunakan Google Trends. Berikut ini adalah cara melihat kata kunci populer di Goog...