Senin, 26 Oktober 2015

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BERORGANISASI MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA MATA PELAJARAN PKN

ABSTRAK Penelitian ini merupakan Penelitian Tndakan Kelas yang pelaksanaannya ditujukan untuk memperbaiki mutu pembelajaran dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya kelas V SDN Sompokan pada kenyataannya belum optimal baik ditinjau dari metode guru dalam mengajar yang masih cenderung teacher centered maupun nilai ulangan siswa yang relatif rendah. Melalui peningkatan motivasi, penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran yang dikaitkan dengan konsep-konsep pembelajaran dengan tujuan untuk : 1) mengetahui motivasi pembelajaran PKn dengan menggunakan metode bermain peran; 2) Mengetahui aktivitas belajar siswa kelas V SD Sompokan dalam proses pembelajaran menggunakan metode bermain peran; 3) Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Sompokan dalam pemahaman konsep PKn tentang belajar berorganisasi dengan metode bermain peran. Penelitian ini melalui tiga siklus dengan model penelitian spiral model Khemis dan Tanggart yang terdiri atas empat (4) tahapan : 1) Perencanaan Tindakan ( Planning); 2) Pelaksanaan Tindakan (action); 3) Hasil Tindakan (observation & evaluation); 4) Refleksi (reflection) yang ditiap siklus ada 2 pertemuan. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas V SDN Sompokan Seyegani Sleman dengan subyek sebanyak 12 siswa, laki-laki 13 dan 7 siswa perempuan, di semester II tahun pelajaran 2013/2014. Obyek penelitian adalah hasil quisioner tentang motivasi belajar, hasil pengamatan aktivitas siswa, aktvitas guru, dan hasil belajar siswa. Kesimpulan menunjukkan penerapan metode bermain peran sangat efektif karena pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang belajar berorganisasi sudah sesuai dengan perencanaan. Meningkatnya nilai rata-rata pada tes awal adalah 59,67 mengalami kenaikan pada siklus I yaitu 70,26. Rata-rata siklus I mengalami kenaikan pada siklus II yaitu 75,79. Pada siklus III rata-rata kelas juga mengalami kenaikan yaitu 79,74. Dilihat dari perolehan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, pada tes awal sebanyak 7 siswa atau 36,84 % berhasil meningkat sebanyak 12 siswa atau 63,15 % pada siklus I. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu 16 siswa atau 84,21% berhasil memperoleh nilai di atas KKM. Pada siklus terakhir, siklus III, terdapat peningkatan yaitu 17 siswa atau 89,47% berhasil memperoleh nilai di atas KKM. Kata Kunci : Bermain Peran, Motivasi Belajar Berorganisasi, mata pelajaran PKn. PENDAHULUAN Dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran PKn, siswa diharapkan tidak hanya mampu dalam menghafal materi saja, akan tetapi siswa mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang dapat dipetik dari kegiatan pembelajaran ini. Yang peneliti soroti adalah masalah motivasi dalam ikut berorganisasi pada siswa kelas ini yang masih kurang. Memperhatikan permasalahan diatas, sudah selayaknya dalam pengajaran PKn dilakukan suatu inovasi. Guru sebagai seorang yang bertanggung jawab dalam proses pembelajaran di kelas dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Seorang guru harus mampu menerapkan suatu metode yang dapat memberikan solusi terhadap permasalahan rendahnya motivasi siswa pada mata pelajaran PKn sub pokok bahasan kebebasan berorganisasi. Menurut Nasution (2001: 67) bahwa metode merupakan cara untuk melakukan sesuatu atau suatu alat bantu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menarik minat peserta didik, maka seorang guru harus pandai memilih metode yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan. Berhasil tidaknya suatu pengajaran terletak pada metode mengajar yang digunakan oleh pengajar. Salah satu metode yang tepat dalam menunjang pencapaian tingkat prestasi siswa yang lebih baik adalah bermain peran (role playing) (Djamarah dan Zain, 2002). Metode ini dianggap efektif karena menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan permasalahan yang telah dipersiapkan dengan terencana oleh guru. Melihat manfaat metode bermain peran, maka secara rutin dalam proses pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah ranah sikap-nilai. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan diupayakan peningkatan motivasi siswa dengan metode bermain peran. Metode bermain peran merupakan salah satu pembelajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam Keterampiln Interpersonal siswa. Diharapkan melalui metode bermain peran dapat meningkatkan motivasi siswa pada mata pelajaran PKn. Serta semangat kebersamaan dan saling membantu dalam menguasai materi PKn. Sehingga siswa dapat meningkatkan pemahaman yang optimal terhadap mata pelajaran PKn. Untuk itu perlu kiranya suatu tindakan guru untuk mencari dan menerapkan suatu metode pembelajaran alternatif yang mampu meningkatkan motivasi siswa terhadap konsep-konsep PKn melalui penelitian berjudul: “Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Berorganisasi Melalui Metode Bermain Peran Pada Mata Pelajaran Pkn Kelas V SD N Sompokan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014”. Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana upaya peningkatan motivasi belajar berorganisasi dengan metode bermain peran pada mata pelajaran PKn Kelas V SD N Sompokan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014?, (2) Bagaimana efektivitas Penggunaan Metode Bermain Peran untuk meningkatan Motivasi Belajar Berorganisasi pada mata pelajaran PKn Kelas V SD N Sompokan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014? Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) Upaya peningkatan motivasi belajar berorganisasi dengan metode bermain peran pada mata pelajaran PKn Kelas V SD N Sompokan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. (2) Sejauh mana efektivitas Penggunaan Metode Bermain Peran untuk meningkatkan Motivasi Belajar Berorganisasi pada mata pelajaran PKn Kelas V SD N Sompokan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. TINJAUAN PUSTAKA Metode Bermain Peran Secara etimologi yang dimaksud role play (bermain peran) adalah memainkan sesuatu peran tertentu sehingga pemain harus mampu berbuat (berbicara dan bertindak) seperti peran yang sedang dimainkan (Wahyu Suprapti: 2002) Tujuan dari penggunaan metode bermain peran adalah sebagai berikut : a. Untuk motivasi siswa, b. Untuk menarik minat dan perhatian siswa, c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi situasi dimana mereka mengalami emosi, perbedaan pendapat dan permasalahan dalam lingkungan kehidupan sosial anak, d. Menarik siswa untuk bertanya, e. Mengembangkan kemampuan komusikasi siswa, f. Melatih siswa untuk berperan aktif dalam kehidupan nyata Sardiman (2007:92-94) menyebutkan ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi siswa di sekolah adalah sebagai berikut : 1) Memberi Angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai. 2) Hadiah Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar. 3) Saingan/kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa. 4) Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya. 5) Memberi ulangan Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitis. Dalam hal ini guru harus juga terbuka, maksudnya kalau akan ulangan harus diberitahukan kepada siswanya. 6) Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. 7) Pujian Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri. 8) Hukuman Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman. 9) Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. 10) Minat Di depan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. 11) Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar. Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar Dalam lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 di kemukakan bahwa “mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan warga negara yang memahami dan mampu melakssanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarekter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”. METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan di kelas V SDN Sompokan, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Subjek Penelitian terdiri dari 19 orang. Jumlah siswa laki-laki 11 orang dan siswa perempuan 8 orang. Metode penelitian yang digunakan yaitu model Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Model PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kurt Lewin. Model Kurt Lewin pada hakikatnya terdiri dari empat tahap dalam tiap siklus yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi Tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi 4 tahapan pada setiap siklus yaitu : 1. Perencanaan (planning) 2. Aksi atau tindakan (acting) 3. Obervasi (Observing) 4. Refleksi (reflecting). Dikdasmen (h. 16.2003). Teknik pengumpulan data Data yang dikumpulkan diperoleh melalui observasi, tes kemampuan pemahaman dan catatan harian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan nontes. Teknik tes digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam belajar berorganisasi. Teknik nontes digunakan untuk mengetahui tanggapan atau respon siswa (motivasi siswa) terhadap pembelajaran PKn pada sub pokok bahasan belajar belajar berorganisasi dengan menggunakan metode bermain peran. PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Siklus I, II, dan III dilaksanakan dalam satu kali tindakan (pertemuan) dengan alokasi waktu 2 X 35 menit. Siklus I dilaksanakan pada hari Jum’at, 17 Januari 2014, siklus II dilaksanakan pada hari um’at, 7 Februari 2014, dan siklus III dilaksanakan pada hari um’at, 14 Maret 2014. Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini berupa hasil tes dan non tes. Siklus I Data hasil pengamatan partisipasi siswa terhadap proses pembelajaran pada siklus I ini diperoleh rata-rata Aktif bertanya 15,78 % , Aktif menjawab pertanyaan (kegiatan dan peran anggota organisasi koperasi sekolah) 26,31 % , Aktif berdiskusi dalam kelompok 31,58 % . Jadi, total rata-rata siswa yang aktif dibandingkan siswa pasif adalah 73,68 % aktif berbanding 26,31%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah siswa yang hadir aktif mengikuti proses pembelajaran.Adapun data hasil belajar sebagai bentuk evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus I adalah sebagai berikut: Berdasarkan data di atas, diperoleh nilai rata-rata siswa pada siklus I yaitu 70,26. Terdapat 12 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (70) atau 61.15 % sedangkan terdapat 7 siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM (70) atau 36,85 %. Dengan demikian data ini menunjukkan bahwa belum tercapainya hasil belajar siswa pada siklus I dengan KKM 70 dari yang telah ditetapkan sebesar 80 % serta rata-rata kelas yang masih 70,26. Siklus II Data hasil pengamatan partisipasi siswa terhadap proses pembelajaran pada siklus II ini diperoleh rata-rata Aktif bertanya 21,05 %, Aktif menjawab pertanyaan (kegiatan dan peran anggota organisasi UKS) 26,31 % , Aktif berdiskusi dalam kelompok 42,10 % . Jadi, total rata-rata siswa yang aktif dibandingkan siswa pasif adalah 89,47% aktif berbanding 10,52 %. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga jumlah siswa yang hadir aktif mengikuti proses pembelajaran. Adapun data hasil belajar sebagai bentuk evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus II adalah sebagai berikut: Berdasarkan data di atas, diperoleh nilai rata-rata siswa pada siklus II yaitu 75,79. Terdapat 15 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (70) atau 78,90 % sedangkan terdapat 4 siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM (70) atau 21,10%. Dengan demikian data ini menunjukkan bahwa masih belum tercapainya hasil belajar siswa pada siklus II ini dengan KKM 70 dari yang telah ditetapkan sebesar 80 % serta rata-rata kelas yang masih 75,79. Siklus III Data hasil pengamatan partisipasi siswa terhadap proses pembelajaran pada siklus II ini diperoleh rata-rata aktif bertanya 26,31 % , Aktif menjawab pertanyaan (kegiatan dan peran anggota organisasi gugus depan pramuka penggalang) 26,31 %, aktif berdiskusi dalam kelompok 47,36 %. Jadi, total rata-rata siswa yang aktif dibandingkan siswa pasif adalah 100 % aktif berbanding 0 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah siswa yang hadir aktif mengikuti proses pembelajaran. Adapun data hasil belajar sebagai bentuk evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus III adalah sebagai berikut: Berdasarkan data di atas, diperoleh nilai rata-rata siswa pada siklus III yaitu 79,74. Terdapat 17 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (70) atau 89,48 % sedangkan terdapat 2 siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM (70) atau 10,52 %. Dengan demikian data ini menunjukkan bahwa sudah tercapainya ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus III ini dengan KKM 70 dari yang telah ditetapkan sebesar lebih dari 80 % serta rata-rata kelas yang sudah 79,74. Berikut ini adalah Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Rata-rata Kelas : Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan rata-rata kelas di tiap siklus. Siklus I rata-rata kelas 70.26 mengalami peningkatan pada siklus II, yakni 75,79. Dari kedua siklus (I dan II) ketuntasan belajar belum dapat dikatakan berhasil karena masih di bawah 80% yang telah ditetapkan peneliti. Pada siklus III terjadi peningkatan yang cukup signifikan rata-rata kelas, yakni 79,74 sehingga pada siklus III dapat dikatakan telah tercapai ketuntasan belajar . KESIMPULAN Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan dengan penggunaan metode bermain peran oleh guru pada siswa kelas V di SDN Sompokan Kabupaten Sleman, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: Metode bermain peran dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran kebebasan berorganisasi. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada tiap siklus. Dilihat dari tes awal ke siklus pertama dan siklus kedua, nilai rata-rata pada tes awal adalah 59,67 mengalami kenaikan pada siklus I yaitu 70,26. Rata-rata siklus I mengalami kenaikan pada siklus II yaitu 75,79. Pada siklus III rata-rata kelas juga mengalami kenaikan yaitu 79,74. Dilihat dari perolehan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, pada tes awal sebanyak 7 siswa atau 36,84 % berhasil meningkat sebanyak 12 siswa atau 63,15 % pada siklus I. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu 16 siswa atau 84,21% berhasil memperoleh nilai di atas KKM. Pada siklus terakhir, siklus III, terdapat peningkatan yaitu 17 siswa atau 89,47% berhasil memperoleh nilai di atas KKM. DAFTAR PUSTAKA Syaiful Bahri, Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: Tarsito. Permendiknas No 22 tahun 2006. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sardiman , AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. - See more at: http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_artikel&id=42#sthash.zsFUJPjF.dpuf

Gurdo ing Jagad Parang

Penciptaan batik ini didasarkan pada pengembalian pemaknaan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Pada batik ini juga sebagai alternatif untuk menyadarkan masyarakat pada kesadaran pelestarian, penghayatan, dan pemaknaan akan budaya yang lainnya melalui batik. Selain itu, batik ini juga dijadikan sebagai pencirian yang khas dari motif Yogyakarta, yang di dalamnya terkandung makna-makna kearifan lokal yang mengakar sejak dahulu. Gurdo ing Jagad Parang merupakan judul pada karya ini yang pada dasarnya memiliki 3 unsur utama motif, yaitu motif Gurdo, motif parang, dan sekar jagad. Ketiga motif ini disatukan menjadi satu kesatuan yang harmonis dengan mempertimbangkan prinsip penyusunan kompoisi yang baik. Selain itu, dalam penyusunan warnanya juga dipilih dan disusun dengan sedemikian rupa, sehingga motif batik terlihat lebih indah. dalam visualisasinya, motif yang dibuat bukan dalam disain bentuk pola, namun penggambaran batik dengan ukuran 200x110 cm. Desain ini telah diskala dengan ketepatan ukuran yang baik dan benar, sehingga motif ini merupakan penggambaran batik pada kain dengan ukuran yang sesungguhnya, bukan sekedar desain pola. Hal ini dikarenakan apabila pembuatan desain hanya terbatas pada pola saja, motif yang digambarkan secara keseluruhan belum terlalu nampak jelas hasil akhirnya. Batik memiliki nilai estetika tinggi, syarat makna dan filosofi yang merupakan kearifan lokal yang perlu dipahami dan terus dilestarikan. Keserasian dan harmonisasi antar sesama hidup manusia, manusia dengan alam dan sang pencipta tertuang dalam motif batik yang indah, selain itu motif motif batik juga sarat akan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah batik motif Sekar Jagad. Batik sekar jagad berasal dari Solo & Yogya yang dalam maknanya adalah peta dunia. “Kar” dalam Bahasa Belanda berarti peta dan “Jagad” dalam Bahasa Jawa berarti dunia, sehingga motif ini juga melambangkan keragaman baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Batik ini menggambarkan bentuk kebaikan dan biasa dipakai oleh orang ahli, orang pintar, dukun istana dan keraton. Motif ini mengandung makna kecantikan dan keindahan sehingga orang lain yang melihat akan terpesona. Ada pula yang beranggapan bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata sekar dab jagad. Sekar berarti bunga dan jagad adalah dunia. Paduan kata yang tercermin dari nama motif ini adalah kumpulan bunga sedunia. Motif ini merupakan perulangan geometris dengan cara ceplok (dipasangkan bersisian), yang mengandung arti keindahan dan keluhuran kehidupan di dunia. Motif ini mulai berkembang sejak abad ke-18. Motif Sekar Jagad merupakan motif batik yang mengambarkan kehidupan seluruh dunia. Dalam batik ini digambarkan mengenai kreasi motif sekar jagad dan motif parang. Selama ini motif sekar jagad hanya terbatas pada garis yang membatasi motif di dalamnya, maka dalam motif batik ini dibuat dengan lebih leluasa dan tidak terpaku pada garis utama yang membatasi, yaitu dengan motif parang yang keluar dari lingkupnya. Sedangkan dalam penggunaan motif parang dijabarkan dengan lebih leluasa yang bukan hanya terpaku pada kemiringan yang mensejajarai 45 derajat. Motif-motif parang yang terdapat pada kreasi motif ini adalah parang barong, parang curiga, parang gareng, parang tuding, parang rusak, dan parang klithik. Motif parang memiliki makna yang begitu mendalam, yaitu diantaranya makna kedinamisan, hubungan antara Tuhan dengan manusia, semangat, dan keseimbangan. Kedinamisan dalam motif motif parang terletak pada penggunaan bentuk miring 45 derajat, kedinamisan yang dimaksud adanlah sebuah kaidah manusia untuk selalu memiliki pegangan hidup yang jelas dan tidak mudah berputus asa maupun mengeluh. Sedangkan sudut 45 derajat juga mengandung nilai hubungan antara Tuhan dengan manusia, yaitu bahwa manusia harus selalu ingat bahwa hanya ada satu Tuhan di dunia ini, Tuhan lah yang menciptakan manusia, dan manusia wajib mengimani setiap segala sesuatu yang ada di dunia ini. Selain itu, motif parang juga menggambarkan semangat, salah satunya pada motif parang barong yang menurut sejarahnya merupakan gambaran sebuah ombak; ombak merupakan lambang dari semangat yang tak pernah padam dan harus selalu ada dalam diri manusia; maksud dari makna semangat ini adalah bahwa setiap manusia itu harus memiliki semangat dalam mengerjakan segala pekerjaan, pantang menyerah dan selalu memiliki konsep dalam diri bahwa semangat akan menuntutun pada hasil akhir yang lebih baik. Terakhir motif parang juga merupakan lambang dari keseimbangan; motif parang menyerupai garis diagonal yang membagi 2 bagian sama besar; dalam hal ini motif parang memiliki makna bahwa manusia dalam kehidupan ini harus menyadari segala sesuatu yang ada di dunia ini ada 2 bagian; seperti dunia dan akhirat, baik dan jahat, pintar dan pandai, peluang dan ancaman, dan lain sebagainya. Sedangkan motif gurdo memiliki makna dan filosofi yang tinggi dalam perjalanan terbentuknya. Motif gurdo merupakan hasil stilisasi dari motif garuda. Motif gurdo merupakan lambang kegagahan, keadilan, kesuburan, dan kejayaan. Dalam penerapan motif gurdo pada desain batik ini adalah ingin menggambarkan bahwa Yogyakarta merupakan Provinsi yang memiliki kegagahan yaitu dengan dilambangkan keberadaan kraton Yogyakarta Hadiningrat; keadilan yang dimaksud adalah nilai-nilai yang terkandung dalam garuda lambang negara Indonesia; sedangkan kesuburan merupakan sebuah harapan dan kenyataan di Yogyakarta merupakan wilayah yang sangat subur dalam makna lugas, dan dari sisi makna tersiratnya adalah subur akan pikiran-pikiran yang kreatif dimana Yogyakarta merupak kota pelajar yang mampu dengan banyak menghasilkan berbagai inspirasi dalam berbagai bidang; serta lambang kejayaan dalam gurdo mencerminkan keberhasilan pemerintahan Sri Sultan Hamenkubuwono dalam membimbing Yogyakarta pada masa depan yang lebih baik lagi. Gurdo ing jagad parang merupakan representasi dari provinsi Yogyakarta yang khas dengan berbagai multikultural yang tergabung dalam dunia pendidikan (kebanyakan multikultural di Yogyakarta berasal dari kalangan pelajar). Penggambaran desain batik ini tidak serta merta hanya menggambarkan Yogyakarta itu sendiri, namun didalamnya terdapat berbagai amanat yang terkandung dalam setiap motifnya. Setiap motif memiliki makna tersendiri yang mendalam yang pada akhirnya menuntun kita pada jalan yang benar.

Situasi perbatikan nasional di era kekinian (kelebihan, kelemahan, peluang, dan tantangan)

Situasi perbatikan nasional adalah hal mendasar yang perlu dijadikan poros titik awal pembahasan terutama pada sisi-sisi kelebihan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi. 
1. Kekuatan batik sebagaimana telah sering dikemukakan di berbagai kesempatan adalah kepemilikan tradisi yang mengakar panjang dan kaya, keunikan dan keanekaragaman corak, serta sumber daya manusia yang besar. Batik telah menjadi milik Indonesia dan telah menjadi pengakuan dunia. Hal ini merupakan sebuah kebanggan yang teramat sangat mendalam bukan saja mengenai apa yang telah kita usahakan, namun juga mengenai apa yang telah sebelumnya mengakar dalam kebudayaan kita selama ini. Nilai-nilai historikal yang panjang mengenai penciptaan batik, mulai dari dalam kraton-abdi dalem-masyarakat luas. Perjalanan yang teramat sangat panjang disertai dengan berbagai kerikil yang menghadang hingga akhirnya kita dapat merasakan batik diberbagai kalangan masyarakat. Berbagai kegiatan dan upaya dari pemerintah maupun masyarakat menjadi bagian yang tidak kalah penting, seperti lomba desain batik daerah, pameran batik, inovasi batik, dan lain sebagainya yang menyangkut pengembangan batik di Indonesia. Keunikan dan keanekaragaman motif batik merupakan sebuah pencirian yang sangat khas diberbagai aspek dunia kebatikan sekarang ini. Keberagaman motif ini menjadikan batik di Indonesia semakin kaya akan inovasi dan kreasinya, baik dari dunia industri, pengrajin, dan akademik. Selain berbgai kelebihan tadi hal yang dapat kita banggakan adalah mengenai sumber daya manusia yang sangat besar di Indonesia. Sekarang ini banyak dunia pendidikan yang telah membuka pembelajaran batik di berbagai tingkat pendidikan dasar dan menengah, program keahlian batik di sekolah menengah kejuruan, serta perguruan tinggi dengan program keahlian batik. Pembuktian ini adalah wujud dari upaya pelestarian budaya di Indonesia, yaitu batik. 
2. Kelemahannya antara lain adalah mengenai kelambanan atau kelambatan dalam proses produksi, kurangnya inovasi tekno-estetik, ketergantungan sebagaian besar medium pada impor, ketergantungan besar pada pasar dalam negeri, keterikatan kuat pada tradisi dan pakem. Juga kelemahan hubungan antar lembaga khsusunya pada sisi komunikatif perguruan tinggi-industri- pemerintah. Batik merupakan sebuah perjalanan dari mulai desain-pencantingan-pewarnaan-pelorodan yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kelemahan ini sulit untuk diatasi terutama dalam hal pemberian ruh di dalam batik. Batik tulis sebagai contoh yang paling mutlak membutuhkan waktu yang lama dalam penciptaannya. Walaupun pada kelambanan tersebut dapat diatasi dengan cap, namun hal itu akan mengurangi kadar kestetisan dalam batik. Selain itu, sesuatu yang hilang adalah ruh di dalam batik itu sendiri, seperti pemindahan pola dari kerta ke kain, keluarnya malam dari canting yang membentuk torehan garis-garis, pewarnaan yang sangat hati-hati, dan lain sebagainya yang menguragi kadar ruh dalam diri batik itu sendiri. Dalam berbagai kesempatan, sampai sekarang ini belum ada sebuah inovasi tekno-estetik yang membantu proses percepatan pembuatan batik. Pada hakikatnya hal ini merupakan sesuatu yang baik dikarenakan apabila tercipta sebuah inovasi yang dapat membantu percepatan pembuatan secara instan, maka kadar atau nilai yang terkandung dalam kebatikan itu sendiri akan berkurang. Apabila ada inovasi teknologi mungkin akan lebih baik yang bersifat menunjang saja seperti kompor listrik dan canting elektrik yang sudah ada sekarang ini, sedangkan dalam berbagai kesempatan yang paling mendominasi akhir-akhir ini adalah batik sablon dan batik print. Padahal secara hakikat itu bukanlah batik, karena batik merupakan sebuah perjalanan menunju bahan jadi siap pakai, bukan sekedar kain bermotif semata. Kelemahan selanjutnya adalah mengenai bahan yang masih diimpor dari luar negeri. Dalam hal ini merupakan masalah yang kompleks yang belum dapat terpecahkan secara tuntas. Kebutuhan akan kain belum dapat dipenuhi oleh dalam negeri sendiri, jadi produksi batik itu sendiri masih bergantung pada bahan impor. Kendala sekaligus kelemahan dalam dunia perbatikan di Indonesia yang bersifat sangat fital adalah dalam hal pemasaran. Kebutuhan akan batik ini masih terlingkupi oleh sebatas dalam negeri semata, namun belum mampu sepenuhnya mencapai keluar negeri atau mengekspor batik. Batik yang sudah diakui oleh dunia ini pada dasarnya harus kita kembangkan bukan saja sesuai selera pasar dalam negeri saja, namun juga harus berkaca berdasarkan keinginan pasar luar negeri. Proses batik dengan kerumitannya itu, khsusunya batik tulis apabila hanya bergantung pada pasar dalam negeri saja, maka apabila dihitung secara ekonomi, tidak akan cocok antara apa yang telah dikerjakan dengan harga jualnya. Maka dari itu, diperlukan sebuah manajemen ulang yang harus dirubah dalam pikiran si pengrajin agar mampu lebih berkaca melihat keluar negeri. 
3. Peluang batik khsusunya dalam hal perluasan popularitas dan penetrasi pasar adalah nama besar batik Indonesia, gairah pasar dalam negeri yang antara lain dapat diminati dari dominasi kehadiran batik pada pemran-pameran kriya besar seperti inacraft, PKBL, Adiwastra, Dsb., dan kalau mau diraih, pasar luar negeri yang potensial. 
4. Tantangan yang dihadapi batik datang antara lain dari teknologi produksi kain alternatif (cetak), persaingan global dalam aspek-aspek teknologi produksi-estetik-ekonomik-kualitas, politik kebudayaan regional, dan tenggat waktu mengaku internasional.

cara melihat kata kunci populer di google

Anda dapat melihat kata kunci populer di Google dengan menggunakan Google Trends. Berikut ini adalah cara melihat kata kunci populer di Goog...