A.
Apresiasi
Seni Rupa
Apresiasi
seni merupakan sebuah sikap di mana seseorang mampu untuk melihat dan
menghargai seni secara menyeluruh dalam diri karya itu sendiri. Pada prinsipnya
di sini akan dibahas mengenai berbagai hal mengenai apresiasi seni rupa. Dalam
hal ini dimulai dengan pengertian mengenai apresiasi seni rupa, pengetahuan
mengenai seni rupa, kepekaan estetik, sikap penghargaan terhadap seni rupa, dan
pendekatan dalam melakukan apresiasi seni. Berikut ini meruapakan pembahasan
mengenai apresiasi seni rupa.
1.
Pengertian
Apresiasi Seni Rupa
Secara
kebahasaan kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris to appreciate yang
berarti menghargai, menilai, menyadari, mengerti. Sedangkan, dalam New
Webster’s Encyclopedic Dictionary diartikan sebagai ...the act of valuing or estimating
(kegiatan menilai atau menafsirkan), ...awareness of aesthetic value (kesadaran
untuk menilai estetika). Dengan demikian, pengertian apresiasi seni adalah
suatu kegiatan dalam menafsirkan nilai karya seni khususnya seni rupa sehingga
menyadari dan dapat menghargai terhadap nilai yang terkandung di dalamnya.
Menurut Nooryan Bahari (2014:148) apresiasi seni merupakan suatu proses sadar
yang dilakukan seseorang dalam menghadapi dan memahami karya seni. Lebih lanjut
ia juga menjelaskan mengenai mengapresiasi, adalah suatu proses untuk
menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya seni.
Apresiasi
pada prinsipnya bukanlah sebuah proses pasif, ia merupakan proses aktif dan
kreatif, agar secara efektif mengerti nilai suatu karya seni, dan mendapatkan
pengalaman estetik (Fildman, 1981). Adapaun pengalaman estetik seperti yang
dinyatakan oleh John Dewey (1934) adalah pengalaman yang dihasilkan dari proses
penghayatan karya. Seorang apresiator yang sedang mengamati karya seni
diharapkan memiliki pemahaman mengenai unsur seni dan prisip penyusunannya, sehingga
muncul suatu kesadaran dalam penghayatan karya seni.
Dalam
melakukan kegiatan apresiasi seni diperlukan beberapa hal antara lain berupa
pengetahuan tentang seni rupa dan kepekaan perasaan yang berhubungan dengan
keindahan. Oleh sebab itu, kemampuan setiap individu dalam melakukan apresiasi
adalah berbeda-beda antara individu satu dengan yang lainnya. Kemudian
melakukan apresiasi berbeda pula perlakuannya dilihat dari jenis dan gaya karya
seni, misalnya antara karya seni rupa realis dan abstrak. Pada jenis karya
realis segera dapat diidentifikasi kemampuan senimannya dalam mewujudkan
kenyataan, sedang dalam karya abstrak agak rumit karena menyangkut kemampuan
artikulasi abstraksi senimannya terhadap konsep yang ditampilkannya. Untuk itu,
dibutuhkan ekstra kepekaan estetik dalam melihat hubungan aspek dan unsur yang ada
di dalamnya. Dalam melakukan apresiasi ada beberapa pendekatan di ataranya
adalah pendekatan analitik, dan pendekatan kognitif. Pada dasarnya pendekatan analitik
adalah lebih bersifat kritik seni, namun sifatnya lebih mendalam, sedangkan
pendekatan kognitif merupakan pentahapan kamampuan dalam mengidentifikasikan
suatu karya seni.
2.
Pengetahuan
Mengenai Seni Rupa
Dalam
melakukan kegiatan apresiasi seni rupa, pengetahuan mengenai seni rupa sangat
diperlukan. Pada dasarnya pengetahuan tersebut meliputi kesejarahan, bahan yang
digunakan dan bahasa rupa yang diaplikasikan dalam karya seni rupa. Pengetahuan
tersebut merupakan serangkaian runtutan yang harus dipelajari dan dikembangkan
dengan baik. Ketiga pengetahuan itu saling berhubungan dan bertautan dalam
upaya untuk mengapresiasi karya-karya seni rupa dengan lebih mendalam.
Kesejarahan
diperlukan agar dapat melihat kehadiran seni rupa secara diakronis. Selain itu,
sejarah juga dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan karya seni
rupa yang dihadapi dengan karya-karya seni rupa yang telah ada sebelumnya,
sehingga dapat menemukan runtutan kehadirannya apakah ada pengaruh dari seni
rupa yang lalu (telah ada sebelumnya) atau murni diciptakan oleh senimannya
sebagai suatu penemuan yang sangat kreatif dan spektakuler. Guna mengetahui
karya Raden Saleh misalnya, apakah teknik dan gaya yang dimilikinya murni
ciptaannya atau mendapat pengaruh dari gurunya dan teman-temannya selama
belajar di Negeri Belanda. Kesejarahan juga memberikan gambaran pengetahuan
mengenai pengalaman yang ada dalam diri seniman melalui karyanya. Maka dari
itu, pengetahuan mengenai kesejarahan seni rupa menjadi bagian yang penting
untuk dipelajari dalam kegiatan apresiasi seni rupa.
Pengetahuan
tentang teknik, bahan dan bahasa rupa berguna untuk melakukan analisis visual
karya seni rupa. Tanpa pengetahuan
tentang teknik, bahan dan bahasa rupa seorang apresiator tidak akan dapat
menikmati apa yang dilihatnya dalam karya yang diapresiasi. Pengetahuan
mengenai teknik dapat membantu untuk mengetahui berbagai cara yang digunakan
seniman atau kreator untuk menampilkan karyanya dalam wujud yang nyata.
Sedangkan pengetahuan mengenai bahan juga menjadi hal penting untuk dikaji, dalam
hal ini berkaitan dengan bahan-bahan yang digunakan dalam sebuah karya seni
rupa. Selanjutnya adalah bahasa rupa, pengetahuan ini pada dasarnya berhubungan
dengan perasaan dan kombinasi dari berbagai pengetahuan sebelumnya dalam usaha
untuk mengapresiasi karya seni rupa secara menyeluruh dan mendalam, pengetahuan
ini pada dasarnya akan mampu untuk mengetahui pesan yang disampaikan oleh sang
seniman terhadap para apresiator. Secara prinsip pengetahuan tersebut mendasari
baik untuk praktek menekuni profesi sebagai senirupawan maupun sekedar untuk
mengetahui dunia seni rupa atau untuk bekal dalam menikmati karya seni rupa
yang banyak ragamnya.
3.
Kepekaan
Estetik
Kepekaan
estetik pada dasarnya sulit untuk dijelaskan secara kebahasaan. Namun demikian,
kepekaan estetik merupakan yang utama dalam melakukan apresiasi seni rupa.
Kepekaan estetik dapat diandaikan tentang pemahaman terhadap bahasa visual,
dapat mengidentifikasi kualitas unsur karya seni rupa yaitu dapat merasakan
kondisi warna, garis, bentuk, dan teksturnya. Dikatakan kepekaan karena dalam
hal ini berkaitan erat dengan perasaan seseorang untuk dapat merasakan apa yang
terkandung dalam sebuah karya seni rupa. Misalnya dapat merasakan bahwa karya
tersebut dingin, dinamis, tenang, mencekam, magis dan sebagainya. Dapat
mengidentifikasi hubungan-hubungan antar unsur misalnya warna yang satu terlalu
dominan, atau bentuk yang satu tidak sesuai dengan bentuk di sebelahnya atau
karya tersebut kurang seimbang. Hal penting lainnya selain memiliki kepekaan
estetik adalah dapat mengidentifikasi keterampilan teknis yang sangat
menentukan keberhasilan sebuah karya
seni. Tidak ada karya seni rupa yang berkualitas baik tanpa kematangan teknik.
Hal ini karena dengan kematangan teknik sangat mempengaruhi kualitas unsur yang
digunakan sebagai media untuk mengekspresikan gagasan sang seniman.
|
Gambar: Susunan Garis,
Bidang, dan Warna
Sumber: blogsuyono.com
|
4.
Sikap
Penghargaan terhadap Seni Rupa
Sikap
penghargaan terhadap karya seni merupakan kegiatan dimana terbentuknya sebuah
karakter untuk memberikan penghargaan dari dalam diri untuk karya seni yang
sedang dinikmati. Sikap penghargaan tehadap karya seni timbul setelah semua hal
di atas dimiliki. Apabila semua hal di atas telah dimiliki secara otomatis
sikap menghargai akan timbul. Misalnya, pengrusakan benda-benda seni disebabkan
karena tidak dimilikinya pengetahuan mengenai teknik dan bahan yang digunakan,
sehingga menganggap sebuah arca batu yang indah sama dengan batu lainnya,
sebuah lukisan sama dengan selembar kain atau kertas. Ada juga orang telah
memiliki pengetahuan, kesukaan, dan kepekaan estetik tetapi mencuri benda-benda
seni, hal ini biasanya dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi dan mental yang
tidak baik yaitu tidak tahan terhadap godaan uang, tidak jujur dan rakus.
|
Gambar: kegiatan
mengapresiasi seni lukis
Sumber: foto,viva.co.id
|
Sikap
penghargaan terhadap karya seni pada dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan,
misalnya datang dan menghadiri pameran karya seni, memberikan ucapan selamat
kepada seniman, tidak menyetuh lukisan atau benda seni lainnya yang dipamerkan,
menjaga jarak dengan karya seni yang dipamerkan, dan juga memberikan kesan dan
pesan untuk kemajuan dan pengembangan yang lebih baik. Sikap penghargaan ini
sangat penting untuk ditanamkan dalam diri guna menjunjung tinggi nilai moral
dalam dunia seni rupa. Maka dari itu, sekiranya sikap penghargaan ini sangat
penting untuk diterapkan dalam diri, bukan dalam konteks seni tetapi juga
bidang lain dan berbagai kegiatan kehidupan sehari-hari.
5.
Pendekatan
dalam Melakukan Apresiasi Seni Rupa
Apresiasi
seni dalam prosesnya dibutuhkan sebuah tahapan yang perlu dilalui untuk
menemukan menimbulkan sikap penghargaan terhadap karya seni. Dalam melakukan
apresiasi seni rupa ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu
pendekatan analitik, kognitif, aplikatif, kesejarahan, problematik, dan
semiotik. Berikut ini adalah uraian mengenai
berbagai pendekatan untuk dapat melakukan apresiasi seni rupa.
a.
Pendekatan
Analitik
Pendekatan
analitik dikembangkan oleh Feldman dan Plummer, pendekatan ini merupakan suatu
cara melakukan apresiasi dengan melakukan analisis terhadap sebuah karya seni
rupa dilihat dari beberapa sudut pandang dan tahapan yakni sebagai berikut.
1)
Deskripsi
Deskripsi
merupakan kegiatan awal dari apresiasi, yaitu mengenal dan menemukan segala
informasi tentang karya yang diapresiasi. Kegiatan ini misalnya adalah melihat
identitas senimannya, keterampilan teknik dan bahan yang digunakan, konsep
penciptaan, tema yang ditampilkan yang tidak nampak secara kasat mata. Dalam
upaya untuk menemukan identitas seniman jika senimannya masih hidup dilakukan
dengan wawancara langsung apabila memungkinkan, tetapi apabila seniman sudah
meninggal dunia dapat dilakukan studi dokumen selama ia masih hidup dan melakukan
wawancara dengan keluarga terdekat dan teman-teman dekatnya. Tujuan mendapatkan
identitas seniman adalah guna mendapatkan gambaran secara utuh tentang
kepribadiannya yang tentunya mempengaruhi secara fisik karakter ciptaannya.
Selanjutnya untuk mendapatkan infoemasi tentang teknik dan bahan yang digunakan
dapat diamati secara langsung, dan jika ada yang meragukan dapat pula dilakukan
observasi langsung ke studio tempat sang seniman bekerja, jika diijinkan
mengamati langsung ketia ia sedang dalam proses mengerjakan karya seninya.
Melihat studionya secara langsung sehingga mendapat gambaran lengkap tentang
cara kerja sang seniman dan ini menambah nilai obyektivitas dalam melakukan
analisis karyanya.
Memang
ada seniman yang tidak senang diamati ketika sedang dalam proses bekerja dan ini tergantung dari kepribadian
senimannya. Misalnya Affandi, ketika melukis di depan umum ia tidak peduli
dengan orang di sekitar yang menontonnya. Guna mendapatkan hal-hal yang tidak
kasat mata, seperti konsep penciptaan, tema yang ditampilkan perlu melakukan studi
dengan wawancara kepada senimannya atau
membaca katalognya jika ada. Berdasarkan data dan infromasi yang telah di dapat
kemudian dilanjutkan analisis terhadap karya yang dibuatnya. Kegiatan seperti
ini termasuk studi mendalam.
Apabila
dalam suatu ketika hanya kebetulan datang pada sebuah pameran, ada baiknya jika
kegiatan apresiasi ini hanya dilakukan dengan mengamati karya yang dipamerkan.
Pada dasarnya karya-karya figuratif tidak terlalu sulit untuk dideskripsikan,
namun karya-karya dengan penampilan non-figuratif memerlukan kecermatan dalam
mendeskrisipkan secara kasat mata, namun yang dapat dilakukan adalah
mendeskripsikan kondisi fisik dari unsur-unsurnya, prinsip-prinsipnya namun
belum sampai kepada penilaian seperti komposisinya tidak seimbang, yang dapat
dilakukan pada tahap ini adalah menjelaskan warna yang diaplikasikan,
garis-garis yang digunakan (jika ada). Kemudian menjelaskan tentang teknik
hanya menceritakan bagaimana sapuan kuasnya, bagaimana cara membuat tekstur dan
sebagainya. Jika mengatakan teksturnya terlalu kuat maka itu telah sampai
kepada evaluasi. Dengan demikian sebenarnya pada tahap deskripsi menurut
Feldman ada dua hal yang dikerjakan yaitu pertama mendapatkan temuan terhadap
apa yang dapat dilihat dalam sebuah karya, kedua deskripsi teknis yakni uraian
bagaimana karya tersebut dibuat.
2)
Analisis
Dalam
melakukan analisis yang dilakukan adalah menemukan kualitas estetik unsur-unsur
yang digunakan, hubungan-hubungan antar unsur yang disusun, kesesuaian konsep
dengan ungkapan visualnya. Bagaimana kualitas garis, bentuk, warna dan tekstur,
dan bagaimana unsur-unsur itu disusun hinga menjadi suatu susunan kesatuan yang
harmonis. Dalam hal ini apresiator sudah masuk dan merujuk pada persepsi
estetik.
Persepsi
estetik secara prinsip terbagi menjadi dua domain utama yang perlu dipahami dan
dilatih sedemikian rupa sehingga mampu untuk merasakan nilai-nilai estetika
pada sebuah karya seni rupa, yaitu unsur-unsur seni rupa dan prinsip
pengorganisasian unsur seni rupa. Belajar mengenai unsur-unsur seni rupa yang
paling mendasar adalah unsur garis, ruang, bentuk, warna, dan tekstur.
Sedangkan belajar mengenai prinsip pengorganisasian unsur seni rupa meliputi
cara pengolahannya sehingga menimbulkan nilai estetik pada karya seni, yaitu
mengarahkan perhatian: pengulangan, selang-seling, rangkaian, transisi,
gradasi, irama, dan radiasi; prinsip memusatkan: konsentrasi, kontras, dan
penekanan; serta prinsip menyatukan: proporsi, keseimbangan, harmoni, kesatuan,
ekonomi, dan hubungan dengan lingkungan.
3)
Interpretasi
Untuk
melakukan interpretasi hal yang perlu diungkap adalah tentang ‘makna’ yang
terkandung dalam sebuah karya seni. Dalam hal ini ada dua hal yaitu makna fisik
(fisikoplastis) dan makna yang ada di balik penampilan fisik tersebut
(ideoplastis) sebagai hal yang sulit jika tidak dapat data yang lengkap. Dalam
upaya untuk mengungkap makna dalam sebuah karya seni, pemaknaan fisik dapat
dilakukan dengan mengandalkan indra, dalam hal ini terkait erat dengan penglihatan.
Pemaknaan secara fisik pada karya lukis misalnya, dapat dilihat dari gaya yang
digunakan si seniman dan juga pengaruh yang ada dalam karya serta bagaimana si
seniman menyusun image-imagenya. Sedangkan makna ideoplastis secara prinsip
merujuk pada tingkat nilai-nilai dan pesan yang ingin di sampaikan oleh
seniman, misalnya adalah menganalisis judul dari sebuah lukisan, dari judul
tersebut apabila didalami secara kritis akan dapat diarahkan pada latar
belakang seniman, kesukaan seniman, penghayatan terhadap sesuatu hal dilukis
seniman, dan lain sebagainya. Interpretasi pada hakikatnya adalah proses
pemaknaan yang terkandung dalam sebuah karya seni secara mendalam dengan
melibatkan panca indra dan pikiran.
4)
Judgement
Menurut
Feldman judgement tidak dapat dilakukan jika belum sampai kepada interpreatasi
tentang karya yang dianalisis. Judgement merupakan suatu kegiatan dalam
menentukan tingkat nilai baik dan buruk sebuah karya seni. Untuk melakukan ini
informasi dari kegiatan sebelumnya sangat diperlukan. Menurut Feldman ada dua
hal yang penting dalam menentukan kualitas karya seni yaitu tujuan seniman dalam
membuat karya dan keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut sehingga yang
menentukan adalah aspek teknik dalam mengungkapkan gagasannya secara estetik,
perbandingan secara historis dengan seni yang sejenis, dan keaslian atau
originalitas.
b.
Pendekatan
Kognitif
Pendekatan
ini dikembangkan oleh Michael Parson, dalam penjelasannya setiap orang berbeda
dalam memberikan respon terhadap karya seni karena tergantung dari perkembangan
kognitifnya yang berhubungan dengan karya seni. Ia membedakan lima tingkat kemampuan
melakukan apresiasi dan kadang masing-masing tingkat overlaping satu dengan
lainnya sehingga menjadi sangat rumit, tetapi kalau dicermati ada hal-hal
penting yang dapat dipelajari. Namun sebelumnya ia menjelaskan tentang empat
aspek dalam karya seni dan keempat aspek itu ada dalam masing-masing tahap.
Keempat aspek tersebut meliputi subyek; ekspresi; medium, bentuk dan gaya;
judgement.
Subyek
yang dimaksud adalah sesuatu yang diekspresikan dalam bentuk karya seni, dapat
kasat mata, dapat pula abstrak. Contohnya: anjing, kucing, manusia adalah kasat
mata; bahagia, sedih adalah abstrak. Subyek ini ada terutama pada tahap kedua
dan ketiga seperti obyek keindahan berupa bunga, binatang, dan pemandangan.
Realisme mengenai image dalam karya seni rupa merupakan gambaran nyata sebagai
hal utama dan juga kemampuan teknis dalam menggarap bahan menjadi karya yang
nampak relaistik.
Ekspresi
dalam karya seni tercermin dari tampilannya, pada tahap pertama menyangkuta
masalah pikiran, perasaan dan prilaku, meliputi perasaan gembira, sedih, marah
dan lain-lainnya. Pada tahap kedua tercermin tentang pengungkapan perasaan,
menghubungkan seniman dengan lukisannya, serta konsep tentang ekspresi
senimannya dan tahap ketiga mengenai subyektivitas, ekspresi individual dan
interpretasi. Tahap keempat mengenai ekspresi adalah kebenaran interpretasi,
dan publisitas karya seni.
Medium,
bentuk, dan gaya; medium adalah benda-benda yang digunakan seniman dan dilihat
oleh apresiator berupa cat, kertas, batu, kayu, logam dan sebagainya. Bentuk
mencakup unsur yang disusun berupa komposisi, dan gaya merupakan kesamaan
artikulasi dari beberapa karya seni. Aspek ini dimulai dari tahap kedua hingga
keempat.
Aspek
judgement terdiri dari dua hal yaitu kriteria untuk menilai karya seni dan
apresiator sebagai penilai, aspek ini dimulai dari tahap kedua hingga kelima. Lebih
detail mengenai tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
1)
Favoritisme
Tahap
ini disebut pula tahap pertama, karakteristik utama tahap ini adalah refleksi
intuitif yang sifatnya subyektif sangat kuat terhadap karya seni. Terutama
terhadap susunan warna, apresiator mengerti bahwa karya seni memiliki makna
tetapi tidak mengetahui secara pasti, secara psikologis tahap ini tidak
mempedulikan pendapat orang orang lain, dalam hal estetik karya seni terutama
lukisan merupakan obyek yang menyenangkan baik figuratif maupun non-figuratif.
Ungkapan-ungkapan yang sering ada pada tahap ini seperti “saya suka warnanya”
atau “saya suka bentuknya seperti anjing” tanpa memandang lukisan itu secara teknik
dan estetik baik atau buruk.
2)
Keindahan dan Realisme
|
Gambar: Lukisan Basuki
Abdulah
Sumber:
wartakota.tribunnews.com
|
Tahap
ini adalah tahap kedua, yang menonjol cirinya adalah tentang subyek dalam karya
seni, representasi yang ditampilkannya. Karya seni yang baik adalah jika
merepresentasikan sesuatu dan realistik yang menampilkan emosi subyeknya
seperti tersenyum, sedih, dan gerakan. Secara psikologis tahap ini menghargai
pendapat orang lain, dan secara estetik tahap ini menyadari adanya sesuatu yang
dilukiskan pada karya seni secara realistik. Ungkapan-ungkapan yang sering
dilontarkan dalam tahap ini seperti “lukisannya seperti sunguhan’, atau “ini
sangat sesuai dengan aslinya”. Jadi tahap ini menyangkut tentang karya seni
sebagai suatu yang dapat dinikmati oleh penggambarannya yang menyenangkan perasaan.
Tahap kedua ini responsi terhadap karya seni adalah seputar penggambaran
perasaan dari setiap bentuk dan menghubungkan satu dengan lainnya.
Menghubungkan karakter seniman dengan karya seninya, seniman punya motif dan
alasan untuk menciptakan karya seni.
3)
Ekspresi
Pada
tahap ini ada kesadaran tentang ekspresi yang diungkapkan dalam karya seni
yaitu adanya perasaan senimannya atau pengalaman rasa apresiatornya. Sehingga
tahap ini beranggapan bahwa tujuan karya seni adalah untuk mengekspresikan
pengalaman seseorang, keindahan subyeknya menjadi yang kedua. Kreativitas,
keaslian, kedalaman rasa adalah sangat dihargai. Secara psikologis tahap ini
lebih maju dalam mengalami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan, dan secara
estetik tahap ini menyadari adanya hal yang tidak relevan dengan keindahan subyek
karena yang dicari adalah kualitas ekspresi karya yang ditampilkan.
Ungkapan-ungkapan yang sering terdengar pada tahap ini misalnya, “lihat
distorsi bentuknya sangat kuat mengungkapkan perasaan senimannya” atau “sapuan
kuasnya sangat tepat mengekspresikan gerak subyeknya”. Pada hakekatnya tahap
ini menyangkut tiga hal yaitu: pertama tentang subyektivitas, bahwa karya seni
harus dipahami secara mental karena karya seni mengandung pemikiran, emosi yang
sifatnya subyektif. Kedua adalah ekspresi individu, oleh karena itu karya seni dipahami
secara individual agar mengetahui apa yang dikasud oleh senimannya. Ketiga
adalah interpretasi, yaitu hubungan timbal balik seniman dan apresiatornya
dengan media karya seni. Dalam hal ini apresiator mengalami apa yang dialami
oleh senimannya berupa ekspresi yang ada dalam karya seni.
4)
Gaya dan Bentuk
Memasuki
tahap ini karyas seni bukan lagi bersifat individual, tetapi lebih bersifat
sosial. Tahap ini membicarakan tentang karya seni dari segala aspeknya mungkin
tekniknya, bentuk-bentuknya, apresiator berbincang satu dengan lainnya mebahas
dan menginterpretasikan karya seni yang mereka saksikan. Makna karya seni
terangkat oleh apa yang diperbincangkan oleh kelompok-kelompok apresiator dan
ini melebihi makna yang interpretasikan oleh individual. Secara psikologis hal
ini lebih rumit dibandingkan mendapatkan makna secara individual, dan individu
kadang mendapatkan makna dari membaca beberapa interpretasi tentang karya yang
dinikmati dan melihat bagaimana masingmasing interpretasi memaknainya. Secara eistetik apresiator mendapatkan makna karya
seni dari media yang digunakan, bentuk dan gayanya dan mampu membedakan makna
literal yang ada pada subyek karya seni dengan makna apa yang dicapai dalam
karya tersebut dan mengidentifikasi gayanya dengan menghubungkannya secara
historis.
Selain
itu tahap ini menganggap ulasan karya seni dapat menuntun persepsi dan melihat
evaluasi karya seni sebagai hal yang obyektif. Ungkapan- ungkapan yang sering
terlontar seperti: “Lihat kesedihan dalam ungkapan warna dan tarikan garisnya”
atau “bentuk-bentuk dan warna lukisan ini mengingatkan kepada kaum kubisme”
Dalam tahap ini kebenaran interpretasi dapat dilakukan melalui dialog dan membandingkannya
dengan pendapat orang lain dan karya seni yang diapresiasi, kualitas karya seni
tidak dilihat secara subyektif tetapi melalui pendapat kolektif.
|
Judul: Afandi, Ayam
Tarung
Sumber:
en.wikipedia.org
|
5)
Otonomi
Pada
tahap ini apresiator secara mandiri membuat judgement terhadap karya seni dan
menyesuaikan kriterianya dengan perkembangan zaman. Pengalaman sangat
menentukan untuk melakukannya. Hal ini dikarenakan pengalaman akan memberikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai perkembangan dari sebuah perjalanan karya
seni mulai dari dahulu hingga yang kekinian. Perkembangan zaman dalam
perjalanannya akan menimbulkan berbagai kriteria yang kondisional berdasarkan
konteksnya.
c.
Pendekatan
Aplikatif
Pendekatan
ini bertujuan untuk menumbuhkan pemahaman tentang karya seni melalui
keterlibatan langsung membuat karya seni. Pendekatan ini sangat efektif karena sang
apresiator dapat menghayati langsung dan mendalam bagaimana liku-liku
penciptaan karya seni. Bagaimana kesulitan menggunakan alat dan bahan,
bagaimana mendapatkan warna dan bentuk yang harmonis. Misalnya untuk apresiasi wayang,
apresiator membaca cerita lalu memilih tokoh wayang dan kemudian membuatnya.
Jadi dengan metode learning by doing (belajar dengan melakukan) memberi kesempatan
kepada apresiator secara aktif mengalami hingga menghayati proses penciptaan
karya seni.
d.
Pendekatan
Kesejarahan
Pendekatan
kesejarahan merupakan pengembangan apresiasi seni melalui penelusuran sejarah
perkembangan seni, dari periode ke periode, lahirnya seni mengikuti
perkembangan masyarakat. Dengan pendekatan ini apresiator akan lebih dapat
memahami suatu karya seni misalnya tentang cerita wayang lakonnya diambil dari
mana dan apa isi ceritanya, lalu tentang batik kenapa batik pedalaman seperti
Yogya dan Surakarta lebih gelap dibanding batik pesisiran di Pekalongan.
Kemudian perkembangan seni di Indonesia mulai dari zaman prasejarah hingga saat
ini kenapa begitu bervariasi. Dengan mengetahui proses perkembangan seni dapat
memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang karya seni. Kemudian hal ini juga
dapat diterapkan kepada seniman secara individu, misalnya perkembangan teknik
melukis Affandi dari realisme hingga ekspresionisme dengan menggunakan teknik plototan.
Pendekatan kesejarahan tidak pula dapat lepas dari pendekatan sosiologis jika
ingin mengetahui perkembangan seni suatu kelompok masyarakat, dalam tataran
individu tidak dapat lepas dari pendekatan psikologis dan biografis.
|
Gambar: Lukisan Basuki
Abdulah
Sumber:
www.rapublika.com
|
e.
Pendekatan
Problematik
Dengan
pendekatan ini seni dipahami melalui pemahaman makna dan mencarian jawaban
seputar seni; seperti makna seni, hubungan seni dengan keindahan, seni dan
ekspresi, seni dengan alam, fungsi seni rupa bagi kehidupan manusia, jenis seni
rupa, gaya dalam seni rupa dan sebagainya. Dengan pendekatan ini apresiator
dapat lebih holistik (utuh dan luas) memahami seni. Misalnya tentang problem
kenapa manusia membutuhkan seni? Apa peran seni dalam kehidupan manusia dan seterusnya.
Kelemahan pendekatan ini terlalu teoritis, namun demikian untuk mengurangi
kejenuhan teori dapat dilakukan variasi dengan alat peraga visual dan variasi
tugas untuk didiskusikan.
f.
Pendekatan
Semiotik
Seni
rupa merupakan karya manusia yang penuh dengan tanda dan makna, untuk
mengungkapkannya dapat dilakukan melalui pendekatan semiotika. Menurut Aart van
Zoest istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda, yang saat ini menjadi cabang ilmu yang
berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda. Semiotika sangat kental dengan masalah bahasa verbal sebagai media
komunikasi, namun dalam perkembangannya penggunaannya merambah ke berbagai
bidang ilmu termasuk seni rupa. Oleh karena seni rupa pada dasarnya berupa
tanda dan media komunikasi non-verbal, maka pendekatan semiotika dapat digunakan
untuk keperluan analisis bahasa visual yang ada pada seni rupa.
|
Gambar: lukisan dengan
semiotika mengenai sebuah renungan
Sumber:
anggasenirupa.blogspot.com
|
Ada
dua orang tokoh terkenal sebagai perintis semiotika, yaitu Ferdinand de Sausure
dari Perancis dan Charles Sanders Peirce dari Amerika. Teori semiotika Sausure
berangkat dari bahasa sedang Peirce memulainya dari logika. Dalam pembahasan
ini semiotika Peirce digunakan untuk melakukan analisis seni rupa terutama
dalam hal identifikasi klasifikasi tanda dengan ciri-cirinya. Dalam
perkembangan selanjutnya Marco de Marinis melakukan penelitian selama delapan tahun
tentang semiotika seni pertunjukan yang mengurai lapisanlapisannya sehingga
dapat pula digunakan sebagai model analisis
karya seni rupa secara tekstual, dan hal ini tidak jauh dengan properti-properti
yang ada dalam estetika.
Penggunaan
tanda dalam seni rupa sangat banyak, berkaitan dengan itu menurut Peirce
analisisnya meliputi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai
lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu
kepada objek tertentu. Tanda merupakan kajian pokok dalam semiotika. Sesuatu
agar dapat berfungsi sebagai tanda memiliki beberapa ciri, yaitu harus dapat
diamati, dapat difahami, representatif, interpretatif, dan memiliki latar
(ground) berupa perjanjian, peraturan, dan kebiasaan yang dilembagakan yang
disebut dengan kode. Kiranya seni rupa memenuhi ciri-ciri tersebut.
Mengenai
hubungan tanda dengan denotatumnya atau objeknya dibedakan menjadi tiga.
Pertama ikon, yaitu sesuatu yang berfungsi sebagai penanda mirip atau serupa
dengan bentuk objeknya atau denotatumnya, misalnya dalam sebuah lukisan ada
bentuk matahari, bulan, rumah, dan sebagainya. Kedua indeks, yaitu tanda yang
berfungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan adanya petanda atau tanda yang menandakan
adanya tanda lain. Langit mendung sebagai tanda akan hujan, badan lesu
menandakan kurang sehat. Dalam seni rupa misalnya warna cerah sebagai indeks
suasana hati senimannya ceria sebaliknya indek kesedihan adalah warna-warna
suram dan kusam. Ketiga adalah simbol, merupakan hubungan yang telah dibentuk
secara tradisional dan lazim di masyarakat serta tergantung dari suatu aturan
yang berlaku umum agar pengguna siimbol mengetahui arti yang terkandung di
dalamnya. Simbol memiliki sifat arbitrer dalam hubungannya antara objek dengan rujukannya.
Misalnya dalam seni rupa bentuk dan warna dapat bersifat simbolik hal ini
tergantung dari maksud senimannya menggunakan unsur-unsur sebagai media
ungkapnya, sehingga pendekatan semiotik
dapat pula mencakup pendekatan simbolik.
Selanjutnya
hubungan antara tanda dengan interpretant-nya dibedakan menjadi tiga dan
berguna dalam melakukan interpretasi terhadap tanda yang dianalisis. Pertama,
suatu tanda adalah rheme bila dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari
suatu kemungkinan denotatum yang belum jelas dan menjadi jelas sebagai
denotatum jika tanda tersebut diberi predikat denotatum. Misalnya dalam seni
rupa (lukisan, patung) dapat dilihat unsur pembentuknya seperti tema atau judul
sehingga karya seni rupa itu memiliki nama tertentu, misalnya dua penari,
guernica, rakit medusa karya seni lukis itu menunjukkan kepada dua orang penari,
kondisi akibat perang untuk guernica dan kecelakaan laut untuk rakit medusa.
Kedua,
tanda sebagai decisign atau decentsign. Dalam hal ini tanda memberikan informasi
tentang denotatumya. Misalnya, dalam analisis seni rupa, dapat diperhatikan
apakah unsur-unsur yang digunakan telah sesuai dengan apa yang diungkapkan
dalam katalog, misalnya dalam katalog diuraikan tentang tujuan seniman adalah
untuk mengungkapkan kondisi sosial masyarakat yang masih dililit oleh
kemiskinan. Kemudian dalam ungkapan karyanya apakah mencerminkan hal itu, jika
kemiskinan tanda yang digunakan berupa pemandangan yang indah, gadis cantik
dengan warna cerah maka terjadi kesalahan hubungan tanda dengan denotatumnya.
Ketiga,
hubungan tanda dengan interpretannya sebagai sesuatu yang berlaku umum dan
mengandung kebenaran disebut sebagai argument. Penerapannya dalam analisis seni
rupa yang menggunakan banyak tanda visual adalah bagaimana tanda-tanda itu dalam
ruang lingkup umum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Misalnya semua
lukisan yang menggunakan warna-warna cerah memberikan kesan perasaaan
menggembirakan.
Di
samping ketiga klasifikasi tentang semiotika yang diulas oleh Zoest, tanda
dapat pula dianalisis melalui tiga hal yang disebut gramatika semiotika, yaitu
dari segi sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis yakni mengenai hubungan
antara tanda dengan tanda lain dalam membentuk suatu pengertian. Latar belakang
dari tanda itu diinterpretasi makna simboliknya, sehingga dalam tahap ini sudah
menuju kepada semantik karena mencari hubungan antara tanda dengan apa yang
diinterpretasikan. Selanjutnya jika analisis dilakukan terhadap hubungan tanda
dengan pengguna tanda maka sampai kepada taraf analisis pragmatik. Apabila
analisis sampai pada taraf ini perlu pengetahuan lain seperti psikologi dan
sosiologi. Dalam seni rupa hubungan sintaksis kecendrungannya menyangkut masalah
harmoni dan kesatuan, tanda dalam hal ini berarti unsur rupa. Jadi hubungan
antara unsur satu dengan unsur lainnya seperti warna dengan warna, bentuk
dengan bentuk, warna dengan bentuk, bentuk dengan ruang. Selanjutnya mengenai
semantik menyangkut hubungan unsur-unsur rupa dengan judul sebagai rujukannya.
Apakah unsur-unsur rupa yang digunakan sebagai media ungkap sesuai dengan judulnya?
Namun sulitnya, dalam seni rupa non-figuratif kadang judul hanyalah berfungsi
sebagai nama yang bukan untuk dikonotasikan dengan makna kata dalam judul itu. Menurut
Soedarsono berdasarkan pendapat Marco de Marinis menguraikan, bahwa dalam seni
pertunjukan ada beberapa layers yang harus dianalisis agar mendapatkan gambaran
yang holistik seperti lakon, pemain, busana, iringan, tempat pentas, bahkan juga
penonton. Apabila hal ini dikaitkan dengan seni rupa tidak jauh berbeda dengan
seni pertunjukan karena dalam seni rupa juga ada lapisan-lapisan seperti tema
atau judul, bahan dan teknik, unsur seni rupa dan prinsip pengorganisasiannya,
serta ekspresi yang terkandung didalamnya. Melakukan analisis dengan pendekatan
semiotik sangatlah rinci dan rumit, analisis dapat dilakukan antara hubungan
tanda dengan tanda, dan tanda dengan penggunanya yaitu antara karya seni dengan
senimannya dan dengan apresiatornya. Oleh sebab itu, melakukan analisis
tergantung dari tujuan pencapaian analisis. Sebuah lukisan dapat dianalisis
melalui model trikotomi tanda Peirce, yakni mulai dari latar adanya tanda (lukisan),
denotasi atau denotatum tentang apa yang dirujuk oleh lukisan sebagai tanda,
dan tentang makna dari hubungan tanda (hubungan unsur) dalam seni lukis dan
hubungan lukisan dengan senimannya dan dengan masyarakat penggemarnya.
B.
Kritik
Seni Rupa
Pendekatan
kritik maksudnya melakukan apresiasi dengan cara kritis, dalam melakukan
kritisi terhadap karya seni ada empat jenis dan tiga gaya dalam melakukannya.
1.
Pengertian
Kritik Seni
Dalam
berbagai kegiatan dan pemaknaan, sering kali kata kritik disalah artikan
sebagai sesuatu yang mengandung sifat negatif, sedangkan dalam segi kebahasaan
kata kritik memiliki makna yang lebih bersifat membangun dan mendeskrisikan
sesuatu. Istilah “kritik seni”, dalam bahasa Indonesia, sering disebut dengan
istilah “ulas seni”, “kupas seni”, “bahas seni” atau “bincang seni”. Hal itu
disebabkan istilah “kritik” bagi sebagian orang sering berkonotasi negatif yang
berarti kecaman, celaan, gugatan, hujatan, dan lain-lain (Kamus Purwadarminta).
Sedangkan dalam kamus Inggris-Indonesia disebutkan, kata critic adalah
kata benda yang berarti pengecaman, pengkritik, pengupas, dan pembahas (John M.
Echols dan Hassan Shadily, 1984: 155). Kritik juga memiliki arti bahwa orang
yang menyampaikan pendapatnya dengan alasan tertentu terhadapberbagai hal,
terutama mengenai nilai, kebenaran, kebajikan, kecantikan atau tekniknya.
Selain itu, kritik juga memiliki makna atau tidakan dalam kehidupan sehari-hari
pada umumnya yang tidak mendukung atau menguntungkan bagi yang dikritik; suatu
pengamatan yang kritis atau teguran. Padanan kata critique dalam batasan
tersebut berarti kupasan atau tinjauan. Dalam seni mengkritik berarti
mengevaluasi atau meneliti karya seni atau literatur. Berikutnya, mengkritik
dapat juga diartikan sebagai proses penyelidikan yang ilmiah dari naskah atau
dokumen yang terkait dengan kesustraan dalam hubungannya dengan berbagai hal,
seperti keaslian, teks, komposisi, atau sejarahnya.
Berdasarkan
pengertian tersebut di atas, istilah “kritik” dalam bahasa Indonesia dapat
disamakan dengan istilah critic, criticism, dan critique dalam
bahasa Inggris. Pada umumnya istilah “kritik seni” terkait dengan masalah seni,
dan bertujuan mendeskripsikan, menganalisis, menginterpretasi, dan menilai
karya seni (Nooryan Bahari, 2014: 2-3).
2.
Tujuan
dan Fungsi Kritik Seni Rupa
Berbagai
bidang keilmuan yang tidak terkecuali seni rupa, kritik juga memiliki tujuan
dan fungsi di dalamnya. Tujuan dari kritik seni adalah memahami karya seni rupa,
dan ingin menemukan suatu cara untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi suatu
karya seni dihasilkan, serta memahami apa yang ingin disampaikan oleh
pembuatnya, sehingga hasil kritik seni benar-benar maksimal, dan secara nyata
dapat dinyatakan baik dan buruknya sebuah karya. Pada prinsipnya tujuan akhir
dari kritik seni adalah supaya orang yang melihat karya seni memperoleh informasi
dan pemahaman yang berkaitan dengan mutu suatu karya seni, dan menumbuhkan
apresiasi serta tanggapan terhadap karya seni (Feldman, 1967: 448). Pada
prinsipnya kritik seni juga akan menimbulkan perasaan untuk mengapresiasi seni.
Sebuah kritik seni menuntut adanya sebuah pemikiran kritis untuk membuat sebuah
ulasan dan deskripsi secara keseluruhan dari karya seni. Selain itu, kritik
seni juga memiliki fungsi yang sangat berguna untuk menyampaikan sebuah pesan
dari pencipta karya.
Kritik seni
berfungsi sebagai jembatan atau mediator antara pencipta dengan peminatnya.
Fungsi yang demikian ini sangat penting dan strategis, karena tidak semua
penikmat karya seni dapat mengetahui dengan pasti apa yang ingin disampaikan
dan dikomunikasikan oleh pencipta karya seni dengan wujud karya seni yang
dihadirkan. Di sisi lain, kritik seni juga dapat dimanfaatkan oleh sang
pencipta karya seni untuk mengevaluasi diri, sejauh mana karya seninya dapat
ditangkap dan dimengerti oleh orang lain, sejauh mana prestasi kerjanya dapat dipahami
manusia di luar dirinya. Hal ini sangat penting menjadi perhatian ketika
evaluasi diri ini adalah sebuah renungan untuk melihat respon dari peminat
seni. Semua hal tersebut adalah umpan balik yang sangat berharga bagi pencipta
karya seni untuk memperbaiki karya-karya seninya di masa-masa mendatang. (Nooryan Bahari, 2014:3).
Pencipta karya seni dapat mengandalkan kritik seni yang disampaikan kepadanya
baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya informasi tersebut
selanjutnya pencipta karya dapat merenungkan gagasan yang baru untuk karya seni
yang akan dibuat selanjutnya, baik dengan penambahan maupun pengurangan dari
karya sebelumnya.
3.
Unsur
Kritik Seni
Kritik seni
memiliki unsur-unsur yang didalamnya membangun sebuah kerangka pikir dan gagasan
yang mampu menunjang sebuah informasi yang nantinya disampaikan kepada peminat
seni. Dalam kritik seni dapat dilakukan secara verbal maupun tulisan, yang di
dalamnya biasanya terdapat unsur-unsur deskripsi analisis formal interpretasi,
dan evaluasi atau penilaian terhadap mutu yang dihasilkan dalam karya seni yang
dikritik. Sistematika penggunaan unsur-unsur kritik seni tersebut dapat
dilakukan secara berurutan maupun secara acak, tergantung pada tujuan kritik
seni tersebut dimaksudkan. Kritik seni awalnya merupakan kebutuhan untuk
menjelaskan makna seni, kemudian beranjak pada kebutuhan memperoleh kesenangan
dari kegiatan berbincang-bincang tentang seni, dan pada akhirnya mengarah pada
perumusan pendapat atau tanggapan yang nantinya dapat difungsikan sebagai
standar kriteria atau tolak ukur bagi kegiatan mencipta dan mengapresiasi seni.
Menurut Nooryan Bahari (2014: 9) membagi unsur kritik seni menjadi empat
komponen utama, yaitu deskripsi, analisis formal, interpretasi, dan penilaian.
Berikut ini adalah ulasan mengenai keempat unsur kritik seni.
a.
Deskripsi
Deskripsi
merupakan satu unsur utama yang paling dasar dan pertama kali dilakukan oleh
seorang apresiator untuk melakukan kritik senik. Deskripsi dalam kritik seni
adalah suatu proses penggambaran atau pelukisan dengan kata-kata apa saja yang
tersaji dalam karya seni rupa yang ditampilkan. Penjelasan dasar tentang
hal-hal apa saja yang nampak secara visual, yang diharapkan dapat membangun
bayangan bagi pembaca deskripsi tersebut mengenai yang disajikan. Uraian
mengenai deskripsi biasanya ditulis sesuai dengan keadaan karya sebagaimana
adanya, sembari berusaha menelusuri gagasan, tema, teknis, media, dan cara
pengungkapannya. Deskripsi meliputi uraian mengenai hal-hal yang diwujudkan
pada karya seni secara kasat mata mengenai garis, bidang, warna, tekstur, dan
lain-lain, dalam hal ini melum merujuk pada interpretasi dan penilaian.
Sehingga, deskripsi dapat menjelaskan secara umum apa saja yang terlihat dalam
pendangan mata, tanpa harus memancing perbedaan pendapat atau berusaha
memperkecil perbedaan penafsiran. Misalnya adalah mendeskripsikan ketegasan
garisnya; bidang-bidang yang dibentuk sehingga menghasilkan perspektif;
warna-warna yang digunakan pada sebuah lukisan, baik yang mendominasi maupun
yang mendukung; serta berbagai hal lainnya yang mudah untuk dilihat detail
mata.
b.
Analisis
Formal
Setalah
dilakukan tahapan deskripsi, tahap selanjutnya dalam penjelasan mengenai unsur
kritik seni adalah analisis formal. Unsur ini adalah tahap dimana percobaan
mengenai penjelasan objek yang dikritik dengan dukungan beberapa data yang
tampak secara visual. Dalam proses ini dimulai dengan cara menganalisis objek
secara keseluruhan mengani kualitas unsur-unsur visual dan kemudian dianalisis
bagian demi bagian, seperti menjelaskan tata cara pengorganisasian unsur-unsur
elementer kesenirupaan seperti kualitas garis, bidang, warna, dan tekstur.
Disamping menjelaskan bagaimana komposisi karya secara keseluruhan dengan
masalah keseimbangan, irama, pusat perhatian, kontras, dan kesatuan. Analisis
formal dapat dimulai dari hal ihwal gagasan sehingga kepada bagaimana tata cara
proses perwujudan karya beserta urutannya. Analisis formal membutuhkan
pengetahuan dan pengalaman dasar yang dibutuhkan sehingga mampu menangkap
berbagai aspek yang terkandung dalam sebuah karya, khususnya yang terkait
dengan prinsip penyusunannya. Sebuah karya seni lukis misalnya, keseluruhan
unsur seni rupa harus disusun sedemikian rupa berdasarkan prinsip penyususnan,
sehingga mampu untuk menjadi satu kesatuan yang utuh dari karya lukisan
tersebut.
c.
Interpretasi
Interpretasi
adalah proses menafsirkan hal-hal yang terkandung di balik sebuah karya, dan
menafsirkan makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Setiap penafsiran dapat
mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan di balik struktur bentuk,
misalnya unsur psikologis pencipta karya, latar belakang sosial budaya,
gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta
pengalaman tertentu senimannya. Penafsiran merupakan salah satu cara untuk
menjernihkan pesan, makna, dan nilai yang dikandung dalam sebuah karya, dengan
cara mengungkapkan setiap detail proses interpretasi dengan bahasa yang tepat.
Guna menjelaskan secara tepat, maka seseorang yang melakukan penafsiran harus
berbekal pengetahuan tentang proses pengubahan karya (Feldman, 1967:479).
d.
Penilaian
Sebuah
penilaian pada prinsipnya didasarkan atas deskripsi, analisis formal, dan
interpretasi sebuah karya seni dengan data-data visual maupun
penjelasan-penjelasan tambahan dari seniman. Dalam kritik seni, ukuran
penilaian bisa dilakukan secara general atau nongeneral. Secara general
penilaian karya seni harus didasarkan pada analisis unsur-unsur karya seni rupa
tersebut secara terpisah-pisah, seperti kombinasi, proporsi, perspektif, garis,
bidang, warna, gelap terang, anatomi, dan lain sebagainya. Selanjutnya,
masing-masing nilai dijumlah, kemudian dibagi banyaknya unsur yang dinilai.
Sedangkan secara nongeneral cenderung menilai karya seni tidak secara
terpisah-pisah, karena karya seni dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak
mungkin dianalisis atas unsur demi unsur. Hal itu, supaya makna dan nilai
sebagai karya seni rupa tetap utuh dan bulat.
Tahap
penilaian karya seni ini dapat dilihat pada tingkat keberhasilan suatu karya
seni dalam menyampaikan pesan yang sesuai dengan keinginan penciptanya. Tahap
evaluasi atau penilaian ini pada dasarnya merupakan proses pentapan derajat
karya seni rupa bila dibandingkan dengan karya seni rupa lainnya yang sejenis.
Tingkat penilainnya ditetapkan berdasarkan nilai estetiknya secara relatif dan
kontekstual.
4.
Aspek
yang Dikritik
Karya seni
dibuat atau diciptakan bukan sekedar untuk ditampilkan, dilihat dan didengar
saja, tetapi harus penuh dengan gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan,
hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu yang hendak dikomunikasikan
penciptanya. Di samping itu, penciptaan karya seni juga diharapkan dapat
merespon ruang dan waktu di mana ia diciptakan. Di sini aspek ide atau gagasan,
tema, teknik pengolahan material, prinsip-prinsip penyusunan atau
pengorganisasian dalam mengelola kaidah-kaidah estetis, keunikan bentuk, gaya
perseorangan, kreativitas dan inovasi, turut dipertimbangkan. Maka dari itu,
ada banyak aspek yang dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan kritik pada
sebuah karya seni. Menurut Nooryan Bahari (2014:14) ada empat aspek yang dapat
dikritik pada sebuah karya seni, yaitu gaya perseorangan, tema, kreativitas,
dan teknik mewujudkan karya. Berikut ini adalah sajian pembahasan mengenai
keempat aspek tersebut.
a.
Gaya
Perseorangan
Manusia
merupakan tokoh yang terbentuk dengan kokoh dan kuat, dan dibina oleh unsur
internal dan eksternal, atau unsur subjektik dan objektif. Berdasarkan hal
tersebut maka seorang seniman yang berkualitas akan menghasilkan karya-karya
yang mempunyai ciri khas dengan simbol-simbol pribadi dalam karya seninya.
Seorang seniman pasti memiliki gaya tersendiri yang sangat dipengaruhi oleh
pengalaman dan lingkungan disekitarnya. Lingkungan dan kebudayaan dimana
seniman tinggal pastilah memiliki norma-norma, kebiasaan, kesepakatan, dan
berbagai cara penanggulangan yang dipranatakan dalam kehidupan sosial, di mana
perwujudan karya seni yang mencerminkan suatu kelompok juga akan menjadi ciri
umum yang mendasari ciri pribadi sang seniman. Hal ini juga menunjukkan bahwa
meskipun gaya individual seniman sangat menonjol dalam berkarya seni, akan
tetapi ia bisa diterima secara sosial jika terdapat asas-asas di dalamnya yang
dapat dipahami secara bersama.
|
Gambar:
Gaya lukisan Afandi yang sangat khas, Perahu dan Matahari
Sumber:
blog-senirupa.blogspot.com
|
Dalam
perwujudan sebuah karya seni terkait dengan penggunaan kaidah dan simbol. Penggunaan
simbol dalam seni, sebagaimana dalam bahasa, mengisyaratkan suatu bentuk
pemahaman bersama di antara warga masyarakat. Sebuah karya seni sebagai satu
kesatuan karya, dapat menjadi sebuah ekspresi yang bermatra individual, sosial,
maupun budaya, dengan muatan substansi ekspresi yang merujuk pada berbagai
tema, interpretasi, atau pengalaman hidup senimannya. Pada prinsipnya, karya
seni berisikan pesan dalam sebuah konteks komunikasi, dan merangsang perasaan
misteri di mana sebuah perasaan yang lebih dalam dan kompleks dibanding apa
yang tampak dari luar karya tersebut. Dengan demikian, gaya seniman ini menjadi
sesuatu yang sangat penting untuk dijadikan sebagai salah satu aspek yang
dikritik dalam konteks kritik seni.
b.
Tema
Tema adalah
suatu konteks yang sangat penting dalam sebuah karya seni. Pada prinsipnya tema
merupakan gagasan yang hendak dikomunikasikan pencipta karya seni kepada
khalayak atau penikmat seni. Dalam berkarya seni tema bisa menyangkut masalah
sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan dan lain sebaginya.
Dalam hal ini, aspek yang dapat dikritisi adalah sejauh mana tema tersebut
mampu menyentuh penikmat seni, baik pada nilai-nilai tertentu dalam kehidupan
sehari-hari ataupun hal-hal yang bisa mengingatkan pada peristiwa tertentu.
Tema yang baik dikombinasi dengan hasil karya seni yang baik dapat
membangkitkan persepsi bahkan ingatan para penikmat seni yang melihatnya.
Pembahasan
mengenai tema pada dasarnya tidak dapat lepas dari latar belakang seniman.
Selain itu, tema juga akan menuntun pada sanjian pembahasan mengenai pesan yang
ingin disampaikan oleh seniman kepada khalayak. Tema di sini tidak terbatas dan
cakupannya sangat luas bergantung pada pengetahuan dari sang seniman.
c.
Kreativitas
Kreativitas
merupakan sebuah proses. Kreativitas adalah proses mengelola informasi,
melakukan sesuatu atau membuat sesuatu (Momon Sudarma, 2013:18). Selain itu,
krativitas adalah proses yang melibatkan penggunaan keterampilan dan imajinasi
untuk menghasilkan sebuah karya seni yang bersifat baru. Kreatif berarti orang
yang selalu berkreasi, sedangkan pengertian berkreasi itu sendiri adalah
membuat sesuatu yang belum pernah ada, atau mengembangkan sesuatu yang telah
ada dengan sesuatu yang baru. Prisip dasar kreativitas sama dengan inovasi,
yaitu memberi nilai tambah pada benda-benda, cara kerja, cara hidup dan lain
sebagainya, agar senantiasa muncul karya-karya baru yang lebih baik dari karya
sebelumnya. Dalam penciptaan sebuah karya seni kreativitas mengandung
pengertian, arti, dan nilai baru.
|
Gambar: Kreativitas
Mengolah bahan, kerajinan ukiran patung dari akar bambu
|
Seniman
kreatif adalah orang yang selalu mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk
membuat sesuatu yang baru dan asli. Untuk mewujudkan keinginan semacam itu,
maka diperlukan intensitas percobaab yang sering dengan menghubungkan beberapa
hal menjadi suatu karya yang baru dan lebih berarti.
Kreativitas
dalam konteks unsur kritik seni sangat berkaitan dengan gaya perseorangan,
karena proses penciptaan karya seni merupakan perpaduan faktor internal dan
eksternal. Kreativitas membutuhkan sebuah kebaruan yang bersifat lebih baik
dari karya sebelumnya. Maka dari itu, kreativitas sekiranya menjadi konteks
pembahasan kritik seni yang harus diperhatikan, khususnya terkait dengan gaya
perseorangan. Hal ini dikarenakan seniman yang memiliki kreativitas tinggi akan
menemukan jati dirinya melalui gaya yang ia temukan atau yang telah melekat
para dirinya, baik dari sisi teknik maupun bahasa rupa yang digunakan untuk
menyampaikan pesannya kepada penikmat seni.
d.
Teknik
Mewujudkan Karya
Seniman yang
memiliki gagasan dalam pikirannya untuk sebuah karya seni, maka diperlukan juga
sebuah pemikiran yang membahas mengenai tata cara mewujudkan gagasan tersebut,
atau cara mentransformasikannya menjadi wujud yang nyata, sehingga memiliki
nilai yang tinggi. Dalam proses perwujudan karya ada berbagai macam teknik yang
dapat digunakan, seperti teknik cor, teknik kerok, teknik tempel, teknik tuang
untuk seni patung, dan lain sebagainya yang berhubungan cara mewujudkan karya
seni menjadi wujud nyata. Aspek yang dapat dinilai dalam hal ini adalah sejauh
mana penggunaan teknik-teknik tersebut dapat menghasilkan efek-efek visual yang
estetis dan khas, dan seberapa jauh teknik tersebut dapat memenuhi atau
mewakili keinginan senimannya dalam mewujudkan karyanya.
|
Gambar:
Salah satu Teknik Berkarya Seni Rupa, Teknik Ukir
Sumber:
carajuki.com
|
Teknik dalam
mewujudakan karya juga dapat menunjukkan keterampilan dan pengalaman sang
seniman dalam mewujudkan sebuah karya seni. Kecerdasan untuk mengkombinasikan atau
mengolah berbagai bahan dengan berbagai teknik seningga mampu menghasilkan
sebuah karya dengan kualitas yang tinggi disertai dengan sesuatu yang
mencirikhaskan dari seniman itu sendiri. Aspek teknik juga merupakan aspek yang
sepatutnya menjadi salah satu domain untuk dikritik. Dengan demikian, hal itu
akan menunjukkan kepada para panikmat seni mengenai berbagai keteknik dalam
membuat karya seni dan juga menumbuhkan rasa apresiasi kepada apresiator seni
mengenai kesulitan dan kerumitan dalam pembuatan karya seni, sehingga apresiasi
yang disampaikan tidak sekedar pada batas yang sangat dangkal.
5.
Jenis
Kritik Seni
Kritik seni pada
dasarnya terbagi atas beberapa jenis yang di dalamnya mengandung ciri khas yang
berbeda. Menurut Feldman (1967) kritik seni terbagi atas empat jenis, yaitu kritik
jurnalistik, pedagogik, ilmiah, dan populer. Berikut ini adalah sajian ulasan
mengenai berbagai jenis kritik seni.
a. Kritik Jurnalistik
Sesuai
dengan namanya, kritik ini adalah tipe yang disajikan kepada pembaca koran dan majalah.
Sudah bukan menjadi rahasia umum jika yang menjadi pembaca koran dan majalah
adalah berbagai kalangan, seperti masyarakat heterogen, pelajar, mahasiswa,
pedagang, pegawai negeri, pengusaha, pejabat pemerintah, dan lain sebagainya. Kritik
jurnalistik merupakan upaya mengulas suatu karya seni biasanya ketika ada
pameran. Ciri-ciri dari kritik jurnalistik ini bahasanya mudah dimengerti namun
ulasannya tidak mendalam tetapi singkat dan padat. Kritik ini semacam berita
dengan ulasan ringan ditujukan kepada pembaca berita surat kabar dan majalah
sebagai informasi tentang peristiwa seni yang sedang berlangsung dengan
tambahan ringkasan tentang tema yang diungkap dalam karya yang dipamerkan. Tujuan
dari kritik ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas secara
umum agar mudah untuk diterima dan dipahami. Namun demikian, keterbatasan
kritik ini karena jangkauannya kepada masyarakat umum bukan masyarakat
penggemar seni sehingga tidak menggunakan ulasan yang mendalam untuk lebih
memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang karya seni yang dipamerkan.
Maka dari itu, informasi yang terkait dengan kritik jurnalistik ini kebanyakkan
mengungkap karya seni secara ringan tanpa merujuk pada pemaknaan yang mendalam
dikarenakan tidak semua masyarakat umum mampu untuk memahami karya seni dengan
mendalam.
|
Gambar: salah satu
contoh kritik jurnalistik
Sumber:
indonesiaartnews.or.id
|
b.
Kritik Pedagogik
Pedagodik
pada dasarnya berhubungan erat dengan bidang keguruan. Kritik pedagogik
dimaksudkan untuk meningkatkan kematangan estetik dan artistik para pelajar.
Namun demikian, kritik pedagogik ini biasanya dilakukan oleh guru seni terhadap
siswanya dengan tujuan meningkatkan kematangan teknik dan estetik siswa dalam
berkarya seni. Kritik ini dapat dilakukan secara verbal dengan cara
mendeskripsikan karya seni siswa, kemudian menganalisis unsur-unsur yang ada
pada karya, menafsirkan dan mengevaluasi karya siswa dengan menjelaskan
bagian-bagian mana yang menjadi kelebihan atau yang menarik dari karya untuk
dibahas lebih lanjut. Ulasan tidak keras, kriteria tidak terlalu berat tetapi
bersifat mendorong semangat siswa untuk bekerja dan belajar meningkatkan prestasinya.
Tugas utama guru dalam memberikan kritik terhadap karya siswa adalah dapat
menunjukkan kelemahan-kelemahan siswa dalam hal teknis dan estetiknya, dan
mengarahkan siswa berdasarkan bakat dan kemampuannya yang tepat. Dalam hal ini
guru dituntut memiliki kepekaan estetik yang lebih dibanding siswanya dan
memberikan bimbingan selama dalam proses berkarya dan memberi kesimpulan pada akhirnya.
c.
Kritik Ilmiah atau Akademis
Kritik
ilmiah merupakan jenis kritik yang menampilkan analisis yang mendalam dengan
menggunakan data-data lengkap dan hasil evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Data yang ditampilkan pada didapatkan dari berbagai sumber yang relevan terkait
dengan konteks karya seni, dalam hal ini adalah buku, hasil wawancara dengan
seniman atau ahli seni, jurnal, dan lain sebagainya. Setelah didapatkan
data-datanya dilanjutkan dengan analisis yang mendalam mengenai karya seni
tersebut dan dievaluasi sedemikian rupa hingga dapat dikatakan sebagai sebuah
karya ilmiah. Kegunaan kritik ini adalah penyelidikannya terhadap prestasi
artitistik baik seni tradisional maupun kontemporer. Kritik ini paling dapat mendekati
tentang apa yang dimaksud oleh senimannya dalam menuangkan gagasan-gagasannya
ke dalam karya seni. Kritik ini termasuk pendekatan analitik dengan berbagai
tahapan dan metode yang harus dilaluinya.
d.
Kritik Populer
Kritik
populer merupakan jenis kritik seni rupa yang dapat dilakukan oleh setiap orang
yang tertarik dalam bidang seni. Hasil kritik berbeda-beda sesuai dengan
perhatian dan intensitas lingkungan individu masing-masing, namun kecendrungan
secara keseluruhan populasi dalam menentukan kualitas seni ditentukan oleh
pendapat mayoritas. Sebagaimana halnya kontes menari dan menyanyi di televisi
penilaian dilakukan pula oleh publik, namun yang menentukan adalah kombinasi
antara pendapat publik dan profesional judgement oleh juri. Dengan demikian, dalam
konteks kritik seni rupa ini hasilnya sangat beragam dan sangat bergantung pada
pengalaman apresiator.
6.
Gaya
Kritik Seni
Dalam
melakukan kritik ada gaya atau tipenya. Menurut Sudarmaji (1979), dalam
melakukan kritik seni dapat dilakukan melalui tiga tipe atau gaya yaitu:
kontekstual, Intrinsik, dan komparatif.
a. Kontekstual
Gaya
kritik secara kontekstual berarti tidak hanya menggunakan kriteria estetik,
juga dipertimbangkan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang berhubungan
dengan moral, psikologi, sosiologi, dan religi. Oleh sebab itu, dalam melakukan
kritik perlu mempertimbangkan apakah sebuah karya seni patut di gelar di depan
umum sementara masyarakatnya sangat religius, apakah tidak menyinggung perasaan
masyarakat dan sebagainya. Misalnya Affandi banyak mengambil tema kerakyatan
terutama masyarakat elas bawah berarti secara kontekstual Affandi peduli dengan
kondisi masyarakat yang masih dibelit oleh kemiskinan. Jadi kritik dalam hal
ini dilakukan dari beberapa sudut pandang yang terkait dengan seni.
b.
Intrinsik
Gaya
kritik ini dapat dikatakan murni untuk kepentingan estetik, karena yang diulas
terfokus kepada nilai estetikanya tanpa dibebani dengan hal lain. Nilai-nilai
estetik yang terkait meliputi kemahiran teknik dalam menggunakan alat dan bahan,
kemahiran dalam menyusun elemen-elemen estetik yang menjadi harmoni dan
kesatuan dalam sebuah karya yang utuh.
c.
Komparatif
Gaya
kritik dilakukan dengan membandingkan karya seorang seniman dengan seniman
lain, karya seniman dengan daerah asalnya, dengan teman sejawatnya atau dengan
karya seni suatu kelompok masyarakat. Misalnya karya Van Gogh dibandingkan
dengan karya cukilan kayu Jepang, karya Picasso dengan patung Afrika atau
dengan temannya George Braque yang sama-sama mengembangkan kubisme. Karya Kartika
dengan Affandi sebagai bapak dan gurunya. Dengan membandingkan dapat diketahui
posisi dan kualitas karya seorang seniman.
Daftar
Pustaka
Bangun, Sem C. (2001) Kritik Seni Rupa. Bandung: Penerbit ITB.
Feldman,
Edmund Burke. 1967. Art as Image and Idea. New jersey: Prentice Hall, Inc.
Momon
Sudarma. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Sudarmaji.
1979. Dasar-dasar Kritik Seni Rupa. Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, Dinas
Museum dan Sejarah.
Sumardjo
Jacob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.
Nooryan
Bahari. 2014. Kritik Seni: Wacana, Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.